- Shohreh Bayat adalah perempuan asal Iran yang memimpin final Kejuaraan Catur Dunia Putri 2020 pada awal tahun ini.
- Tapi keputusan Shohreh Bayat untuk tidak mengenakan jilbab tertutup saat menjalankan tugas, menuai kecaman di dalam negaranya.
- Shohreh Bayat, 33, memanfaatkan visa Inggris untuk tinggal sementara dan mengejar suaka dari pemerintah Inggris.
SKOR.id – Mimpi Shohreh Bayat menjadi kenyataan ketika ia ditunjuk sebagai wasit final Kejuaraan Catur Dunia Putri pada awal tahun ini.
Tetapi, apa yang seharusnya menjadi sorotan karier dengan cepat berubah menjadi mimpi buruk. Kini Shohreh Bayat, 33, malah berstatus sebagai pelarian politik.
Berita Catur Lain: Jadi Grand Master, Novendra Priasmoro Akhiri Paceklik Catur Indonesia
Wasit catur asal Iran tersebut belum pulang ke keluarganya setelah turnamen berakhir pada akhir Januari lalu.
Shohreh Bayat takut menghadapi hukuman dari pemerintah negaranya setelah dikritik secara online karena tidak mengenakan jilbab yang sesuai.
Kekhawatiran Bayat itu berasal dari sebuah foto yang diambil saat bertugas memimpin pertandingan catur.
Saat itu, Bayat hanya memakai selendang longgar yang masih memperlihatkan rambutnya. Bukannya jilbab yang sepenuhnya menutup kepala.
Foto itu menjadi viral dan situs Iran mengutuknya karena apa yang digambarkan beberapa orang sebagai pelanggaran atas undang-undang wajib negara itu.
"Saya tahu bahwa saya harus menutupi rambut, jadi saya melakukan seperti banyak wanita Iran lainnya. Saya mengenakan jilbab longgar karena saya tidak percaya jilbab tutup," katanya kepada CNN Sport.
"Sebenarnya, saya kurang suka memakai jilbab. Saya hanya mencoba memakainya dengan cara modern. Menurut standar Iran, itu tidak masalah."
Foto-foto itu diambil saat final pertama kejuaraan catur di Shanghai, Cina, sebelum Bayat terbang ke Vladivostok, Rusia, untuk final kedua antara Ju Wenjun dan Aleksandra Goryachkina.
Bayat lalu mencari jaminan dari Federasi Catur Iran yang telah mengingatkannya atas badai yang sedang terjadi di tanah kelahirannya.
Namun, pihak federasi tidak memberikan dukungan sejak awal dan bahkan menyuruhnya untuk mengirim permintaan maaf di saluran media sosialnya.
Belakangan pihak federasi malah langsung menghapus fotonya dari situs mereka.
Akibatnya, Bayat memutuskan untuk tidak memakai apa yang disebutnya jilbab "misoginis" - pembenci wanita - dan memilih untuk tidak kembali ke Iran.
CNN mencoba menghubungi Federasi Catur Iran pada beberapa kesempatan, tetapi sejauh ini belum menerima tanggapan.
Pakaian Wajib
Jilbab telah menjadi bagian wajib dari pakaian perempuan di Iran sejak revolusi Islam pada 1979.
Tapi, dalam beberapa tahun terakhir ini, sejumlah tokoh perempuan Iran telah melancarkan keberatan mereka dan melakukan protes tentang aturan headwear itu.
Hukuman bagi mereka yang melanggar aturan dapat mencakup hukuman penjara atau hukuman cambuk, demikian penjelasan Amnesty International.
Memanfaatkan visa Inggris yang diperolehnya untuk turnamen berikutnya di Gibraltar, Bayat memilih untuk terbang ke Inggris setelah final itu.
Dia berencana mencari suaka di negara Ratu Elizabeth II dan saat ini Bayat berada di bawah perlindungan komunitas catur internasional.
Meskipun "hancur ", Bayat mengatakan dia terpesona oleh dukungan global yang dia terima sejak kisahnya dibagikan di seluruh dunia.
"Dalam catur, kita memiliki moto, kita satu keluarga," ujar Bayat, emosional.
"Sejak saya datang ke sini, saya merasa saya menerima banyak kesan positif dari orang-orang. Tidak mudah untuk menggambarkannya dengan kata-kata.”
"Saya bahkan tidak bisa menyebut nama-nama mereka karena ada begitu banyak orang yang membantu saya di sini,” ujar Bayat, penuh haru.
Harga Mahal
Namun, keputusannya itu harus dibayar mahal dan berat.
Bayat tidak yakin bagaimana dan kapan dia akan melihat keluarganya lagi. Setiap hari dia memaksimalkan panggilan telepon dan video dengan suaminya untuk menjaga semangatnya.
Bayat sekarang pasrah pada kenyataan bahwa dia tidak akan kembali ke Iran dalam waktu dekat.
"Mungkin setelah 10 tahun, 15 tahun. Tapi, selama rezim sekarang tetap berada di Iran, saya tidak berpikir saya bisa kembali," katanya.
Terlebih sejak wabah virus corona juga mengguncang Iran, Bayat menilai peluang bertemu keluarganya di negara lain menjadi makin sulit.
Saat ini, Bayat mengatakan tidak memiliki paspor, sementara aplikasi suaka sedang diproses.
Kans suaminya untuk mendapatkan visa Inggris juga sangat tipis.
Tanpa Penyesalan
Meskipun demikian, Bayat tidak pernah menyesali keputusannya. Dia hanya berharap dia harus lebih melindungi dirinya sejak awal cobaan.
"Ketika Anda tinggal di Iran, Anda harus mengikuti hal-hal yang menyakiti Anda, Anda harus menjadi orang yang berbeda dengan Anda," katanya.
Baca Juga: Tanpa Kehadiran Penonton, NBA 2019-2020 Diprediksi Bisa Berlanjut
"Setiap saat Anda merasa tidak aman, tidak bahagia dengan mengenakan hal-hal yang tidak Anda inginkan, dengan menunjukkan kepada diri Anda sesuatu yang bukan Anda.”
"Sisi positifnya, sekarang saya tidak harus memakai jilbab, tidak harus berpura-pura sebagai seorang Muslim, saya bisa menjadi apa adanya," ujar Shohreh Bayat.