- CLS Knights mengklaim punya alasan kuat mengapa pihaknya melayangkan gugatan kepada Dimaz Muharri.
- Eks Managing Director CLS, Christopher Tanuwidjaja, menyebut Dimaz Muharri punya perjanjian untuk tidak memperkuat klub lain.
- Perjanjian ini karena CLS seharusnya mendapatkan uang jika sang pemain memperkuat klub lain sebelum kontraknya habis.
SKOR.id - Setelah lama bungkam, CLS Knights akhirnya angkat bicara soal sengketa perdata dengan mantan pemainnya, Dimaz Muharri.
Sebagai catatan, CLS sudah melayangkan somasi kepada Dimaz Muharri karena dianggap melanggar perjanjian.
Kemudian, gugatan perdata CLS terhadap Dimaz Muharri digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, April 2021.
Sebagai catatan, permasalahan ini bermula saat Dimaz Muharri memutuskan untuk meninggalkan CLS usai NBL Indonesia 2014-2015.
Padahal, kontrak dengan CLS berakhir pada 2017. Masalah keluarga jadi alasan Dimaz Muharri, yang kala itu berstatus bintang NBL.
Dimaz Muharri seharusnya wajib membayar kompensasi kontrak. Namun, CLS memilih untuk tidak meminta sepeser pun darinya.
Hanya, saat itu, CLS melayangkan surat perjanjian yang berisi agar Dimaz Muharri tak boleh lagi gabung ke klub profesional mana pun.
Jika ingin comeback, dalam hal ini tampil di liga basket profesional, maka dirinya harus membayar sebesar Rp393 juta kepada CLS.
Masalahnya, sang pemain salah persepsi dan menganggap perjanjian tak boleh memperkuat klub manapun itu berlaku sampai 2017.
Akhirnya, pada Indonesian Basketball League (IBL) 2020, Dimaz Muharri bergabung dengan Louvre Surabaya (sekarang Dewa United).
Hal ini yang membuat CLS melayangkan gugatan perdata. Eks managing director CLS, Christopher Tanuwidjaja, menganggapnya wajar.
Sebab, berdasarkan perjanjian, CLS seharusnya dapat uang kompensasi jika ada pemain yang pindah klub sebelum kontrak selesai.
"Jika pada 2015 Dimaz keluar bukan untuk pensiun, kami bisa jual ke klub lain. Jadi, wajar dong kami kasih perjanjian untuk tidak memperkuat klub lain," ujarnya.
"Sebab, kami memang harus menjaga. Dimaz bintang di NBL pada 2015 dan kalau kami kehilangan dia, seharusnya kami dapat value," Christopher menambahkan.
Itop, sapaan Christopher, belajar dari pengalaman saat mulai masuk IBL, 2005. Kala itu, ada pemain yang izin mengakhiri kontrak lebih awal karena pendidikan.
Namun, dua tahun kemudian, pemain yang bersangkutan malah memperkuat klub lain. Hal itu jelas merugikan klub lama yang bersangkutan.
"Memang, secara aturan, pemain yang sudah dua tahun tak memperkuat klub, dia (berstatus) free agent," ujar Itop.
"Namun, secara etika, ini kan menyalahi. Jadi, untuk menjaga klub dari kerugian seperti ini kami melayangkan surat perjanjian ke Dimaz," ia menambahkan.
Lihat postingan ini di Instagram
Berita Basket Lainnya:
Selain Denny Sumargo, 4 Legenda Basket Ini Masuk Manajemen Klub
Tuan Rumah Fase Reguler Digodok, IBL Pilih 6 Kota