- Mantan pemain timnas Indonesia, Dede Sulaiman memberikan sejumlah kritik ke pengurus PSSI saat ini.
- Menurut Dede Sulaiman, PSSI masih belum mampu menciptakan iklim kompetisi berkualitas untuk pembinaan usia dini.
- Dede Sulaiman mengatakan, Elite Pro Academy (EPA) yang digelar PSSI masih kalah kualitasnya dengan kompetisi yang digelar pihak swasta.
SKOR.id – Eks penyerang timnas Indonesia, Dede Sulaiman soroti kekurangan yang masih belum mampu dijawab oleh pengurus PSSI termasuk kualitas Elite Pro Academy (EPA).
Salah satu aspek yang menjadi perhatian Dede ialah perhatian federasi dalam menyediakan iklim kompetitif bagi pembinaan pemain usia dini.
Hal itu disampaikan salah satu pemain generasi emas pada era perserikatan itu saat menjadi salah satu pembicara dalam diskusi: Di Manakah Posisi Sepak Bola Indonesia Saat Ini?.
“Pertama, tidak adanya kompetisi usia muda yang dijalankan oleh federasi,” kata Dede Sulaiman, Selasa (25/8/2021).
“Karena pada era saya dulu, itu ada yang namanya mulai dari remtar (remaja taruna), anak gawang, sampai remaja itu komplet,” ujarnya melanjutkan.
“Saat itu, semuanya jalan sekali. Karena, pembina sepak bola yang dulu itu kan bukan orang-orang yang pintar dan gelarnya tidak banyak, tetapi punya tekad yang kuat.”
Dede menceritakan bahwa saat itu semua pemilik klub berusaha menciptakan pemainnya agar bisa memperkuat timnas Indonesia.
Kesamaan visi yang dimiliki pemilik-pemilik klub saat itu, menurut Dede, mengantarkan pemain untuk bisa menembus tim nasional.
“Yang saya lihat saat ini, anak-anak muda memiliki potensi. Melihat generasi saat ini, anak-anak memiliki skill yang jauh lebih baik dari yang dulu,” katanya.
“Kalau saat era saya, mungkin saat itu zamannya bakat alam. Tetapi kalau saat ini, mereka di samping memiliki bakat juga mendapat latihan dari SSB-nya,” tutur Dede.
Menurut mantan pemain Persija era Perserikatan ini, kompetisi sepak bola usia muda yang ada saat ini sangat bergantung pada pihak swasta.
Kompetisi seperti Liga TopSkor dan Liga Kompas justru memiliki beberapa kelompok usia sehingga punya peran penting dalam melahirkan bakat-bakat baru.
“Federasi boleh saja menyelenggarakan Elite Pro Academy (EPA), tetapi tidak berkualitas,” ujarnya.
“Justru yang swasta kompetisinya berkualitas, karena liganya berjalan selama sekitar tujuh bulan,” kata Dede menambahkan.
Oleh sebab itulah, Dede Sulaiman menyoroti fenomena pemain-pemain yang moncer saat usia muda, tetapi kemudian gagal bersinar saat memasuki jenjang senior.
Kata Dede, hal ini tak terlepas dari minimnya ketersediaan kompetisi yang berkelanjutan untuk pemain muda.
“Begitu usia jenjang ke senior, tidak ada kompetisinya. Nah di situ letak stagnasinya. Harusnya, federasi membuat itu (kompetisi) yang betul-betul berkualitas,” ujarnya.
Dede Sulaiman merupakan salah satu pemain andalan timnas Indonesia di Pra Piala Dunia 1986.
Saat itu, dia menjadi salah satu sosok penting yang sukses mengantarkan skuad Merah Putih menjuarai Grup 3B Pra Piala Dunia 1986 setelah menumbangkan India, Thailand, dan Bangladesh.
Sebagai juara Grup 3B, skuad Merah Putih harus menghadapi Korea Selatan yang berstatus sebagai juara Grup 3C.
Sayang, langkah timnas Indonesia untuk mendekat ke putaran final Piala Dunia 1986 itu kandas setelah mereka tumbang dari Korea Selatan dengan agregat 1-6.
View this post on Instagram
Berita Liga TopSkor Lainnya:
Dukung Liga TopSkor, Adhoc Apparel Buka Jalan untuk Sponsori Timnas Indonesia
Adhoc Apparel Dukung Liga TopSkor Putri Bergulir
Adhoc Apparel Hadirkan Perlengkapan dengan Kualitas Setara Klub Profesional di Liga TopSkor