- Hungaria mampu memberikan kejutan pada di Grup F Euro 2020.
- Bertemu tim-tim kuat seperti Jerman, Portugal, dan Prancis, Hungaria mampu memberikan perlawanan.
- Sayang, mereka gagal melaju ke fase berikutnya di Piala Eropa 2020.
SKOR.id - Ketika hasil undian grup Euro 2020 diketahui November 2019, hampir semua perhatian diarahkan ke Grup F.
Di sana, juara dunia Prancis berjumpa dengan juara bertahan Euro, Portugal, dan juara dunia empat kali plus Eropa tiga kali, Jerman.
Satu tim lagi adalah Hungaria yang dianggap sekadar pelengkap penderita grup maut tersebut. Tim yang pernah ditakuti pada pertengahan 1950-an itu dinilai bakal menjadi bulan-bulanan tiga tim lainnya.
Setelah terkendala penundaan turnamen selama setahun lamanya akibat pandemi, Hungaria membuktikan diri tidak sekadar ikut ramai-ramai di Grup F. The Mighty Magyar dengan perkasa menandingi tiga tim jagoan.
Pada pertandingan perdana, Hungaria dengan gigih melawan Portugal. Mereka bahkan sempat mencetak satu gol yang dianulir karena off-side, sebelum akhirnya berantakan kebobolan tiga gol setelah menit ke-84.
Percikan penampilan perdana itu rupanya bukan sinyal palsu. Hungaria tampil lebih gigih, mempertahankan setiap jengkal pertahanan, sebelum memaksa Prancis bermain imbang 1-1.
Hasil itu membuat Hungaria menjaga peluang lolos ke babak 16 besar. Syaratnya, mengalahkan Jerman.
Itu tampak seperti misi mustahil di atas kertas. Tapi, di atas lapangan, para pemain Hongaria mengubah kemustahilan menjadi kenyataan.
Lebih tepatnya, hampir menjadi kenyataan. Kegigihan para pemain membawa Hungaria dua kali mengungguli Jerman, tapi mereka harus puas dengan skor 2-2. Lagi-lagi gol yang membuyarkan harapan itu tercipta pada pengujung pertandingan.
Aplaus tetap harus diberikan untuk para pemain Hungaria. Taktik yang mereka terapkan berhasil memberikan perlawanan yang membuat grup maut ini benar-benar grup maut — bukan sekadar kumpulan kolektor gelar juara.
Para tim jagoan berhasil dibuat ketar-ketir hilang peluang lolos ke babak gugur. Apa rahasia Hungaria?
Formasi 5-3-2
Pelatih Marco Rossi menerapkan formasi 5-3-2 sepanjang tiga penampilan di fase grup. Gaya main yang dipilih adalah defensif.
Tiga bek tengah berdiri menunggu di pertahanan sendiri dengan dua bek sayap yang mengawal di setiap sisi. Jarak para pemain belakang sangat dijaga.
Tiga gelandang ditugaskan untuk mencegat bola yang datang dari tengah. Jika ada bola menerobos lini, satu bek akan menyongsongnya.
Adam Nagy Sebagai Metronom
Pemain paling penting dalam penerapan taktik tersebut adalah Adam Nagy, yang menjadi titik awal pertahanan sekaligus awal serangan Hungaria.
Gelandang Bristol City itu menjadi salah satu pemain yang paling sibuk merambah lapangan di turnamen sejauh ini dengan 34,8 km — terbanyak ketiga di antara pemain lain.
Nagy juga menempati peringkat kelima terbanyak melakukan recovery bola, yaitu sebanyak 24 kali. Di antara pemain Hungaria lain, Nagy menjadi pemain paling banyak melakukan operan setelah bek tengah Attila Szalai, yaitu sebanyak 120 kali.
Peta operan berikut menunjukkan betapa pentingnya peran yang dijalankan Nagy bagi Hungaria:
Bertahan dengan Agresif
Taktik bertahan Hungaria tidak sekadar menumpuk banyak pemain di dalam kotak penalti. Para pemain Hungaria begitu aktif dalam melakukan duel, merebut bola, dan berlari.
Secara kolektif, mereka mencatat jarak tempuh yang mengesankan. Total, mereka menjangkau 326,2 km. Atau jika dihitung secara rata-rata, total seorang pemain Hungaria sudah berlari sejauh 18,12 km. Ini jumlah tertinggi di antara para penggawa tim Grup F lain yang berlari 1-2 km lebih pendek.
Mereka mencatat total 62 kali tekel. Paling tinggi di antara 24 tim peserta Euro 2020. Dengan pendekatan yang active-aggressive itu, Hungaria berhasil merebut bola 147 kali. Jumlah itu hanya bisa dikalahkan Belanda dan Austria sepanjang turnamen ini berlangsung.
Sebagai catatan tambahan, perebutan bola itu tidak mesti selalu datang dari tekel, melainkan juga melalui intersep misalnya.
Menghadapi tim yang lebih kuat, wajar jika jumlah operan bola Hungaria tidak begitu mengesankan. Jumlah operan mereka (893) adalah yang terendah ketiga dan akurasinya (77,3 persen) terendah keempat.
Namun, jumlah operan bukan lah syarat utama keberhasilan di turnamen level ini. Hanya Wales dan Swedia yang mencatat jumlah operan yang lebih sedikit daripada Hungaria, tapi keduanya sukses melaju ke babak gugur.
Menyusun Serangan Balik
Para pemain Hungaria tidak bertahan secara membabi-buta. Taktik mereka tidak satu dimensi saja. Ada skema serangan yang diterapkan Marco Rossi.
Hungaria menyerang balik melalui sayap, terutama Loic Negy dan Attila Fiola. Dua gelandang seperti Andras Schafer dan Laszlo Kleinheisler berfungsi sebagai penopang.
Strategi ini membuahkan gol Fiola ke gawang Prancis. Gol Szabolcs Schon yang dianulir pada pertandingan Portugal pun tercipta melalui skema yang mirip.
Taktik serangan sedikit berubah saat melawan Jerman. Dua kali celah antarbek tengah lawan dimanfaatkan Adam Szalai dan Schafer menjadi gol.
Bagaimana dengan catatan statistik? Hungaria tim ketiga terbanyak yang melakukan dribel, yaitu 49 kali. Jelas kalau untuk pergerakan vertikal Hungaria sangat mengandalkan keterampilan teknik striker Roland Sallai (15 kali dribel, terbanyak ketiga) dan Kleinheisler (11 kali, terbanyak kelima).
Mereka memang menjadi tim paling rendah dengan hanya melepaskan 18 kali tembakan, tapi sepuluh di antaranya tepat sasaran dan menghasilkan tiga gol. Akurasi itu masih lebih baik dibandingkan dengan Inggris (lima tembakan akurat dari 22 percobaan).
Kesimpulan
Dari analisis sederhana tadi ada beberapa resep mujarab yang bisa ditiru jika Anda adalah tim tak diperhitungkan yang dikepung disparitas kualitas: