- Perhatian semua orang kini tertuju ke PSSI yang semakin seksi.
- La Nyalla Mattaliti, Ketua DPD, Erick Thohir (Menteri BUMN), serta Zainudin Amali (Menpora), menyatakan siap maju sebagai Ketum dan waketum.
- Siapa yang akan terpilih, semua bergantung pada 87 voter.
SKOR.id - Persis seperti seorang gadis yang seksi, saat ini hampir seluruh mata tertuju pada PSSI. Setiap geraknya sungguh eksotis. Perhatian semua orang benar-benar tak ingin melewatkannya.
Tak heran, Senin (16/1/23) jam 18.00 WIB, berbondong bakal calon mendaftarkan diri: 5 balon Ketum, 17 balon waketum, dan 78 balon eksekutif komite PSSI. Sepanjang sejarah PSSI, inilah jumlah balon terbanyak yang siap untuk dipilih.
Ini juga menjadi yang pertama di mana ada 3 balon yang berasal dari petinggi negara. La Nyalla Mattaliti, Ketua DPD, Erick Thohir (Menteri BUMN), serta Zainudin Amali (Menpora), menyatakan siap maju sebagai Ketum dan waketum.
Siapa yang akan terpilih, semua bergantung pada 87 voter. Banyak versi, banyak juga praduga yang bermunculan, tak elok saya menuliskannya.
Dari hati yang paling dalam, saya berharap ada perubahan sikap dari mereka pemilik suara. Dari hati yang paling dalam, saya berharap ada kejujuran dari mereka semua. Jangan lupa, apa yang akan terjadi, kelak harus dipertanggungjawabkan di akhirat.
Duo Iwan
Dari semua hiruk-pikuk itu, saya justru melihat ada sesuatu yang berbeda. Duo Iwan, Muhamad Iriawan yang akrab disapa Iwan Bule alias Ibul, Ketum 2019-2023 dan Iwan Budianto, Waketum PSSI, memilih tidak mencalonkan diri.
Keduanya sangat memahami posisi masing-masing. Padahal keduanya masih memiliki pendukung setia dan jangan-jangan jika keduanya tetap maju, sangat mungkin masih bisa melanjutkan kepemimpinnya.
Tapi, karena tim bentukan pemerintah, TGIPF, telah mengeluarkan 12 rekomendasi, dua di antaranya menggelar KLB dan meminta seluruh pengurus mundur, duo Iwan mematuhinya.
Sungguh, awalnya sama sekali tidak terduga, maklum tidak banyak orang di kepengurusan PSSI, mau berhenti. Apalagi tiga bulan kedepan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20.
Selain itu, tim nasional kita juga telah lolos ke Piala Asia, setelah selama 15 tahun gagal terus. Masih ada lagi beberapa event besar lainnya yang bisa menahan langkah siapa pun. Dan, fakta menuliskan rengking Indonesia di FIFA dari 173 melompat ke posisi 151. Artinya? Silahkan nilai sendiri.
Fakta ini sesungguhnya bisa dijadikan landasan untuk bertahan, apalagi masa bakti tinggal terhitung bulan. Tapi, tidak bagi duo Iwan. Keduanya telah memilih jalan yang tidak pernah dilakukan oleh para pendahulunya. Keduanya bersepakat untuk tidak maju.
Maka, tidak berlebihan jika saya memberi apresiasi sangat tinggi bagi keduanya. Sekaligus mengingatkan pada semua penggila sepakbola untuk menjaga rekomendasi TGIPF.
Saya dan kita, pasti tidak dapat menahan hasrat para pengurus PSSI 2019-23 yang masih ingin bertahan, meski jelas rekomendasi TGIPF, mereka semua harus mundur sebagai bentuk tanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan.
Di sinilah bedanya, duo Iwan sungguh-sungguh punya integritas yang tinggi. "Sudahlah, saya tidak perlu lagi mencalonkan diri," kata Ibul dengan suara yang tenang.
Begitu juga Ibud: "Cukup bang," jawabnya singkat.
Diakui atau tidak, ternyata tragedi Kanjuruhan telah dijadikan pintu masuk bagi mereka yang diam-diam punya ambisi. Segala kegaduhan yang terjadi sejak Oktober 2022, digunakan untuk menggoyang kepengurusan PSSI. Langsung atau tidak, ternyata banyak penumpang gelap yang justru memanfaatkan tragedi memilukan itu, sungguh memprihatinkan.
Sebagai wartawan yang sejak Desember 1979 meliput sepakbola nasional, sungguh saya sama sekali tidak terkejut dengan apa yang terjadi. Pola seperti ini, meski pemicunya berbeda-beda, hampir selalu terjadi.
Untuk mengingatkan, saya ambil tiga contoh terakhir. Dimulai pada La Nyalla, 2015. Ketika kepemimpinannya dibekukan oleh Imam Nahrawi, alih-alih diberi dukungan, LNM, ditinggalkan satu demi satu, oleh mereka yang kasat mata menjadi garda terdepannya.
Bahkan LNM harus menanggung beban sendirian, hingga dibui. Beruntung pengadilan tipikor memutuskan LNM bebas murni. Padahal ketika hendak maju, tidak ada elit sepakbola yang tidak mendukungnya.
Begitu pula Letjen TNI AD, Edy Rahmayadi, Pangkostrad. Nyaris tak ada pendukung LNM yang tidak berada di barisan calon itu. Bahkan, mereka terlihat seperti melakukan Show of Force berulang-ulang. Malah dalam kongres di Ancol, 10 November 2016, mereka berteriak-teriak dengan suara amat keras. "Edy Rahmayadi harga mati!" begitu pekiknya.
Namun, saat masa tugas Edy di Kostrad selesai, manuver mulai dilakukan. Buntutnya meski waktu berakhirnya di PSSI sudah pula dekat, ER akhirnya mundur, karena situasi dibuat tidak kondusif. Ia digantikan oleh orang dalam. Orang-orang yang sama lalu mengalihkan dukungan ke Ibul. Sama seperti saat LNM dan ER, mereka tampil begitu rupa.
Ibul pun saat ini mengalami hal serupa. Bedanya saat ini Ibul ditemani Ibud. Pertanyaannya, mau sampai kapan sepakbola kita mengalami hal seperti ini?
Jawabnya cuma mereka yang tahu.
Sekali lagi, apresiasi saya untuk Duo Iwan sangat tinggi.*
M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior
Baca Juga Berita Erick Thohir Lainnya:
Soal Persaingan Erick Thohir dengan La Nyalla, B.E.D.A Yakin Voters Punya Hati Nurani
Asprov PSSI NTB Yakin Duet Erick Thohir-Zainudin Amali Bisa Bawa Sepak Bola Indonesia Kuasai ASEAN