- Pertandingan yang memecahkan rekor penonton terbanyak tentu meninggalkan kesan bagi pelaku sejarah.
- Heru Joko, Ketua Viking Persib Club, menceritakan kisahnya berada di tribune penonton pada laga Persib vs PSMS pada 1985.
- Kala itu, penonton yang hadir mencapai 150 ribu orang hingga Stadion Utama Senayan pun tak bisa menampung.
SKOR.id - Pertandingan sepak bola mana yang mencatat rekor penonton terbanyak dalam di Indonesia? Jawabannya tentu saja pertandingan Persib melawan PSMS Medan 35 tahun silam.
Tepatnya pada 23 Februari 1985, ketika Persib harus menghadapi PSMS Medan untuk kali kedua di partai final Divisi Utama Kompetisi Perserikatan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
Kala itu, jumlah penonton yang datang sangat tidak wajar karena melebihi kapasitas stadion yang dulu bernama Stadion Utama Senayan Jakarta.
Dalam pertandingan ini, jumlah penonton mencapai 150.000 ribu orang! Padahal, kapasitas stadion sendiri tidak lebih dari 80 ribu tempat duduk.
Alhasil, jumlah tersebut mencatat rekor terbanyak sepanjang sejarah perhelatan pertandingan yang digelar di Tanah Air.
Penonton yang menyaksikan siaran pandangan mata itu didominasi oleh suporter Persib alias bobotoh. Selebihnya, datang dari suporter PSMS Medan.
Bobotoh yang hadir SUGBK datang dari berbagai daerah di Jawa Barat. Bisa dibayangkan, kala itu Jawa Barat yang masih utuh karena Provinsi Banten masih menjadi bagiannya.
Dari kawasan Pantai Utara, misalnya ada yang dari Subang, Purwakarta, Indramayu, Cirebon hadir untuk menyaksikan laga yang disebut el clasico Indonesia ini.
Lalu, di Priangan Timur, Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, Garut dan Sumedang. Tak lupa dari Bandung sendiri, Cianjur, Sukabumi, Bogor serta Depok.
Semua merapat ke Stadion Senayan dan berbondong-bondong untuk mendukung Persib melawan PSMS di Stadion Senayan di Jakarta. Mereka pun datang menggunakan bus-bus.
Tak hanya instansi-instansi yang berinisiatif menyiapkan bus untuk mengangkut suporter yang akan mendukung Tim Maung Bandung di laga final tersebut.
Masyarakat di luar itu pun mencarter bus untuk mengangkut para bobotoh. Ditambah kendaraan-kendaraan pribadi yang akhirnya memadati semua lahan parkir Senayan.
Dengan gelombang ribuan bobotoh Persib ditambah suporter PSMS Medan yang ada di Jabodetabek saat itu, Stadion Utama Senayan tidak mampu lagi menampung jumlah penonton.
Akibatnya, penonton yang berada di tribune atas bergelantungan turun ke tribune bawah untuk menghindari himpitan.
Sementara, penonton yang berada di bawahnya pun ikut tergerus dan menanjat pagar pembatas hingga akhirnya menyemut di pinggir lapangan.
Situasi pun serbakisruh. Pihak keamanan harus bekerja keras untuk menghalau lonjakan penonton yang ada di pinggir lapangan agar tidak mengganggu jalannya pertandingan.
Namun ajaibnya, meskipun ribuan penonton tersebut bercampur baur antara Bobotoh dengan suporter PSMS, sama sekali tak terjadi insiden yang membahayakan keduanya.
Tidak ada aksi anarkis apalagi rasialis. Hanya ada umpatan-umpatan kecil saja yang masih dianggap wajar oleh kedua suporter sehingga sejak pertandingan dimulai hingga drama adu penalti berakhir, semua berjalan aman dan tertib.
"Ini sejarah, sejarah yang tidak bisa dilupakan sampai sekarang. Malah ini harus menjadi contoh untuk generasi sekarang karena selama pertandingan berjalan meski disaksikan ribuan orang dan bersama-sama suporter lawan, sedikit pun tak ada insiden membahayakan. Tidak ada yang luka atau perkelahian antarsuporter, semua aman, saya masih ingat betul saat itu," kata Ketua Viking Persib Club, Heru Joko, yang kala itu berada di tengah-tengah ribuan penonton, kepada SKOR.id.
Benar kata Heru, laga klasik tersebut harus menjadi percontohan. Apalagi kala itu, Persib harus kalah menyakitkan melalui drama adu penalti untuk kedua kalinya setelah yang pertama yang juga kalah adu penalti pada final Divisi Utama Kompetisi Perserikatan 1983-1984.
"Bayangkan, saat itu situasinya sudah chaos, ada suporter PSMS yang kami tahu keras-keras, tapi mereka tidak berbuat anarkis, tidak jahat. Kami pun tak berbuat-buat apa-apa padahal kalau mau marah bisa, Persib saat itu kalah adu penalti untuk kedua kalinya, tapi kami tetap saja fair menerima dengan lapang dada dan tidak meluapkan kemarahan yang berlebihan," Heru menambahkan.
Heru pun mengusulkan, pertandingan yang satu ini wajib dimasukkan ke dalam catatan sejarah di PSSI dan masuk rekor MURI sebagai pertandingan paling banyak menyedot massa sekaligus paling aman.
"Harus dan wajib. Karena belum tentu akan terulang lagi untuk kedua kalinya di masa sekarang dan masa yang akan datang. Pertandingan ini saya kira harus menjadi contoh bagi suporter-suporter sepak bola masa kini," ucap Heru.
Beberapa tahun berjalan setelah Perserikatan dihapus, Heru Joko yang beranjak dewasa tetap meneruskan tradisi mendukung Persib dengan mendirikan organisasi Viking Persib Club.
Harapannya, tradisi dukung-mendukung tetap seperti di era Perserikatan, namun setelah kompetisi tersebut dihapus dan format berubah, Heru Joko tak surut semangat dalam mendukung Persib.
Tradisi mendukung tim kesayangannya kali ini ia lakukan dengan tur. Tur paling berkesan yakni saat perjalanannya ke Medan pada Babak 8 Besar Liga Indonesia 2001.
Kala itu, Heru Joko dengan sekitar 30 orang kawannya melintasi lautan menggunakan kapal laut untuk bisa sampai ke Medan
"Perjalanan ke Medan menggunakan kapal laut saat itu namanya Kapal Kelud, kami dan kawan-kawan menempuh perjalanan di laut empat hari empat malam untuk bisa ke Medan," tuturnya.
"Ini demi mendukung Persib dan saya kira yang paling berkesan dan mungkin tak akan terulang lagi yang seperti itu, tapi sekarang ada tim dari Aceh, mungkin saja ini akan menjadi tur terjauh ke depannya," kata Heru.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Jika Dipecat PSSI, Shin Tae-yong Samai Kisah Tragis Dua Pelatih Timnas Indonesia Inihttps://t.co/4m05MuROFW— SKOR Indonesia (@skorindonesia) June 20, 2020
Berita Persib Lainnya:
Liga 1 Dilanjutkan, Ini Harapan Persib Bandung
Lanjutan Liga 1 2020 Jadi Pertaruhan Karier Pemain Tengah Persib Ini