- Kurniawan Dwi Yulianto sempat mendapat penolakan dari orang tua saat akan menekuni sepak bola.
- Orang tua Kurniawan Dwi Yulianto mengarahkan anaknya untuk menjadi atlet bulu tangkis karena kala itu sedang populer.
- Namun, takdir membawa Kurniawan masuk sekolah sepak bola hingga menjadi pemain pertama yang tampil di Eropa.
SKOR.id - Legenda timnas Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto, menceritakan kisahnya nyaris menggeluti dunia bulu tangkis.
Kurniawan Dwi Yulianto merupakan pemain timnas Indonesia medio 1990-2000an.
Nama Kurniawan tersohor pada era tersebut karena berbagai prestasi.
Salah satunya adalah menjadi pemain Indonesia pertama yang bermain di Eropa, tepatnya Italia saat diberi kesempatan membela Sampdoria.
Berita Timnas Indonesia Lainnya: Termotivasi Kompatriotnya, Shin Tae-yong Bertekad Angkat Timnas Indonesia U-19
Masuk dalam tim PSSI Primavera yang menimba ilmu di Italia pada 1993, Kurniawan dilirik oleh Sampdoria untuk berlatih bersama tim senior.
Bahkan, Kurniawan juga diangkut oleh tim berjulukan Il Samp itu untuk menjalani tur pramusim, termasuk saat mengunjungi Indonesia.
Selain itu Kurniawan juga pernah tampil di Liga Swiss bersama FC Luzern pada 1994 dan mencetak gol ke tim papan atas, FC Basel.
Namun siapa sangka, Kurniawan kecil ternyata harus melalui perjuangan berat untuk menjadi pesepak bola.
Kurniawan sempat ditentang oleh kedua orang tuanya saat akan serius menyelami sepak bola.
Menurut orang tua Kurniawan, menjadi pesepak bola di era itu tak menjamin kesejahteraan.
Berita Timnas Indonesia Lainnya: Timnas Indonesia, U-19, dan U-16, Akan TC pada Juli 2020
Kecintaan Kurniawan terhadap sepak bola memang sudah terlihat sejak dirinya masih kecil.
"Pulang sekolah saya main bola, sore waktu ngaji saya banyak main bola. Itu mereka marah," ujar Kurniawan dalam YouTube Garuda Nusantara.
Karena kesal tak bisa menasihati Kurniawan, sang ayah kemudian menyerah dan coba menuruti keinginan anaknya untuk menjadi olahragawan.
Sang ayah bukannya mendorong Kurniawan menjadi pesepak bola, melainkan atlet bulu tangkis.
Kala itu memang bulu tangkis Indonesia tengah berprestasi dan melahirkan banyak bintang seperti Liem Swie King, Rudy Hartono, dan lain-lain.
"Akhirnya beliau mengatakan, 'Oke kalau kamu suka olahraga mending jadi atlet bulu tangkis'. Karena waktu itu bulu tangkis lagi top-topnya," tutur Kurniawan.
"Sepak bola buat orang tua jaman dulu bukan sesuatu yang punya masa depan cerah waktu itu," Kurniawan melanjutkan ceritanya.
Kurniawan kemudian diajak sang ayah untuk mendaftar ke sekolah bulu tangkis yang ada di Magelang, Jawa Tengah.
Namun karena mungkin sudah ditakdirkan menjadi pesepak bola, Kurniawan tak jadi masuk sekolah badminton karena suatu hal.
"Saat ke sekolah badminton sore itu tutup. Dalam perjalanan pulang di dalam angkot bersama bapak, saya melihat banner dibuka sekolah sepak bola di Magelang," kata Kurniawan.
Berita Kurniawan Dwi Yulianto Lainnya: Wawancara Eksklusif Kurniawan Dwi Yulianto: Corona, Adrenalin Pelatih Kepala, dan Sabah FA
"Saat itu juga saya nangis di angkot, minta turun dan minta didaftarkan di situ. Mungkin karena bapak saya malu akhirnya turun dan mendaftarkan saya ke Sekolah Sepak Bola Wajar yang ada di Magelang saat itu," ia menambahkan.
Meski sudah mendaftarkan sang anak masuk ke SSB Wajar, sang ayah masih menyatakan tidak setuju Kurniawan menjadi pesepak bola.
Sang ayah pun meminta Kurniawan mencari uang sendiri untuk membeli sepatu bola.
Berbekal uang tabungan dan meminta tambahan dari nenek, akhirnya Kurniawan mampu membeli sepatu.
"Sampai akhirnya SSB saya itu bisa menjuarai kejuaraan antarSSB se-Jawa Tengah. Saya masuk koran dan saya tunjukkan koran itu kepada bapak saya," ucapnya.
"Mungkin beliau bangga, jadi agak okelah. Mulai suka juga pada sepak bola" Kurniawan melanjutkan.
Berita Kurniawan Dwi Yulianto Lainnya: Dua Kisah Monumental Pelita Jaya bagi Kurniawan Dwi Yulianto
Kerja keras Kurniawan itu kemudian ia lanjutkan saat masuk di Diklat Salatiga hingga bermain di Italia.
Kurniawan lantas menjadi idola dan bolak-balik memperkuat timnas Indonesia di berbagai ajang.