- Pelatih Liverpool Jurgen Klopp kerap menjadi batu sandungan pelatih Tottenham Hotspur Jose Mourinho.
- 11 Kali bertemu, Jose Mourinho cuma dua kali menang atas Jurgen Klopp.
TOTTENHAM Hotspur Stadium, Sabtu (11/1) atau Minggu dini hari WIB, jadi saksi getir Jose Mourinho. Itu akibat skuat asuhannya takluk 0-1 dari Liverpool FC pada pekan ke-22 Liga Primer 2019/20. Kekalahan di hadapan 61 ribu penonton membuat Tottenham Hotspur FC kian terdampar di papan tengah klasemen sementara.
Tepatnya, di peringkat delapan dengan 30 poin. Alias, tertinggal sembilan angka dari Chelsea FC, 39 poin, yang menempati urutan empat sekaligus batas akhir ke Liga Champions musim depan.
Jangan ditanya, selisih dengan Liverpool yang kokoh di puncak dengan 61 poin. Itu pun, The Reds masih menyisakan satu pertandingan sisa yang bisa dimaksimalkan jadi tiga angka saat tandang ke markas West Ham United FC, 29 Januari mendatang.
Sejatinya, laga tersebut digelar pada pekan ke-18, Minggu (22/12). Namun, FA mengundurkannya akibat Liverpool bentrok dengan Piala Dunia Klub 2019 yang berujung juara.
Ironisnya, kekalahan ini jadi yang kelima dari 11 pertemuan Mourinho dengan Juergen Klopp, pelatih Liverpool, di semua ajang. Dalam periode itu, pria yang akrab disapa Mou ini hanya dua kali menang dan berujung empat seri.
Statistik itu sangat ironis. Apalagi, Liverpool dan Klopp juga yang jadi penyebab dipecatnya Mou dari Manchester United (MU) FC pada 18 Desember 2018. Sebab, sehari sebelumnya, Setan Merah keok 0-2 di Anfield.
Klopp pun jadi momok dalam karier kepelatihan Mou. Ya, bukan Josep Guardiola, Sir Alex Ferguson, apalagi Arsene Wenger. Melainkan, Klopp, arsitek asal Jerman yang sukses membungkam mulut besar Mou.
Sekaligus, jadi yang kedua bisa jemawa setelah Ronald Koeman, yang unggul persentase. Pasalnya, Mou hanya mampu sekali menang dari enam pertemuan dengan sosok yang kini menangani tim nasional (timnas) Belanda tersebut.
Terlepas, dari deretan statistik tersebut, faktanya memang sulit bagi The Special One untuk bisa menghentikan Klopp dan Liverpool. Sebab, Tottenham dihantui badai cedera sejak awal musim. Mulai dari hulu sampai hilir, nyaris seluruh pemain merasakan absen, bahkan hingga kini.
Termasuk, yang krusial, seperti di bawah mistar dengan menepinya Hugo Lloris. Yang krusial, tentu absennya Harry Kane hingga Maret mendatang akibat hamstring. Tanpa striker murni, satu-satunya pula, wajar jika permainan Tottenham agak melebar.
Mou hanya bisa mengeksplorasi Son Heung Min, untuk jadi false nine, yang sayangnya gagal. Itu karena, penyerang sayap asal Korea Selatan (Korsel) ini, cenderung bermain melebar di sayap. Sementara, ujung tombak yang diemban Lucas Moura, pun 11-12.
Pada saat yang sama, Liverpool tampil full-team. Termasuk, trisula Mohamed Salah-Roberto Firmino-Sadio Mane. Ketiganya, terbukti, jadi kartu as Klopp untuk membungkam Mou. Puncaknya, pada menit ke-37 ketika Salah memanfaatkan kemelut di pertahanan Tottenham dengan memberi assist untuk Firmino yang dikonversi jadi gol.
Hingga bubaran, papan skor tidak berubah meski pasukan tuan rumah sudah berusaha mati-matian untuk menyamakan skor. Hanya, dewi fortuna memang belum menaungi Tottenham. Itu mengapa, meski kalah, Mou turut mengapresiasi pasukannya.
“Para pemain sudah melakukan segalanya pada pertandingan ini,” kata Mourinho. Ya, meski harus tertunduk di hadapan Klopp, sejatinya Mou masih bisa jemawa. Sebab, debutnya di Liga Primer langsung memberi gelar untuk Chelsea pada 2004/05.
Sementara, Klopp yang menangani Liverpool sejak 8 Oktober 2015, bak waiting for Gadot. Kendati, The Reds kini nyaman di puncak. Namun, jelang Februari yang diiringi padatnya jadwal, utamanya di Liga Champions, membuat konstelasi di Liga Primer bisa berubah.
Ya, dalam sepak bola, apa pun bisa terjadi. Termasuk, kans Mou kembali tersenyum pada akhir musim.***