SKOR.id – Tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Kasus korupsi merambah ke semua bidang, termasuk olahraga.
Praktik-praktik kecurangan (fraud) dalam olahraga jamak terjadi, mulai tidak adilnya wasit hingga praktik suap pemain atau penyelenggara.
Juga skandal pengaturan skor ("Calciopoli" di Liga Seri A Italia pada 2006 menjadi kasus besar di era modern), transfer pemain, hingga manipulasi pajak.
Badan sepak bola dunia FIFA juga tidak lepas dari kasus korupsi. Pada Mei 2015 terungkap kasus besar yang melibatkan 14 orang, termasuk 9 orang yang terkait dengan FIFA.
Mereka didakwa terkait kasus penipuan transfer, pemerasan, dan pencucian uang.
Sedangkan di Indonesia, kasus korupsi olahraga sudah terjadi sejak lama. Pada 1980 terjadi skandal suap pengaturan permainan (match fixing) dalam kompetisi.
Kasus ini menyeret klub sepak bola PSP Padang. Sejumlah pemain terima suap, termasuk penjaga gawang, agar “mengalah”.
Kasus match fixing ini juga sempat merebak pada 2018 lalu, yang dipicu dari pertandingan Liga 2 2018 antara Madura FC dan PSS Sleman.
Dikutip dari kpk.go.id, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sejak 2010-2019, sebanyak 78 kasus korupsi terjadi di sektor olahraga.
Dalam unggahan Korupsi Dana Hibah Keolahragaan (2022), ICW menghitung potensi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp865 miliar, sedangkan nilai suap sebesar Rp37,6 miliar.
Kasus-kasus ini diantaranya terkait dengan pembangunan wisma atlet, pembangunan stadion, penyuapan, dan penyalahgunaan dana hibah keolahragaan.
Para aktor dalam kasus ini selain swasta, juga pejabat di kantor Dinas Olahraga, anggota DPRD, pengurus KONI, hingga Menpora.
Kasus korupsi pembangunan P3SON (Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional) Hambalang pada 2010-2012 merupakan salah satu kasus korupsi terbesar di sektor olahraga yang menyita perhatian publik.
Kerugian negara saat itu mencapai Rp464,391 miliar. Kasus ini melibatkan Andi Alfian Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu.
Ia divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan.
Kasus suap terkait pengurusan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) terjadi pada 2018. Kasus ini menjerat Menpora Kabinet Kerja Jokowi saat itu, Imam Nahrawi.
Nahrawi divonis 7 tahun penjara, denda Rp400 juta dan subsidair tiga bulan kurungan. Hak politiknya juga dicabut selama lima tahun.
Ia dinyatakan bersalah terima suap sebesasr Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp7,65 miliar melalui perantara Miftahul Ulum, asisten pribadi Nahrawi.
Suap diberikan karena untuk mempercepat proposal dukungan KONI Pusat terkait pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional di Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.
Ulum sendiri divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Definisi Korupsi Olahraga
Gorse dan Chadwick merupakan dua profesor dari Universitas Conventry yang fokus terhadap isu korupsi sektor olahraga.
Dalam makalahnya bertajuk Conceptualising corruption in sport: Implications for sponsorship programmes, mereka mengartikan korupsi di dunia olahraga, sebagai berikut:
“Perbuatan ilegal, tidak bermoral, atau tidak etis yang berupaya secara sengaja merusak hasil pertandingan.”
“Sehingga satu orang atau lebih yang terlibat dalam aktivitas tersebut mendapatkan keuntungan materi.”
Mencegah Korupsi Sektor Olahraga
Akhir September 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi bersama 20 delegasi perwakilan negara G20 membahas sejumlah isu korupsi di Forum International Anti-Corruption Working Group (ACWG).
Praktik korupsi di bidang olahraga, salah satunya, jadi perhatian otoritas peradilan pidana di negara-negara G20.
Sehingga perlu dirumuskan langkah-langkah preventif yang akan diambil untuk mengatasi hal tersebut.
Dalam forum itu, perwakilan KPK Miranti Martin mengutarakan, perlunya mencermati tata kelola organisasi olahraga dan peraturan mengenai prosedur otonomi olahraga agar tidak terjadi penyelewengan.
“Korupsi dalam olahraga adalah fenomena transnasional yang membutuhkan tindakan terkoordinasi lintas batas.”
“Sehingga bisa mencegah kesalahan, menyelidiki pelanggaran, dan mengadili pelanggar,” katanya dikutip dari situs kpk.go.id.
Selain itu, Miranti mendorong agar pemerintah membentuk undang-undang antikorupsi khusus, seperti undang-undang yang menangani manipulasi persaingan dan perjudian ilegal.
Miranti menambahkan, “Pendekatan multi-stakeholder adalah kunci untuk perjuangan efektif melawan korupsi dalam olahraga,” katanya.
Sedangkan di sisi lain, dalam konteks pembentukan kepribadian, perlu juga setiap pejabat sektor olahraga dan para atlet menanamkan nilai-nilai integritas dan menolak segala bentuk korupsi.
Dalam memberantas tindak pidana korupsi, masyarakat bisa berperan serta dan turut berpartisipasi.
Caranya, dengan melaporkan ke penegak hukum jika mendapati perbuatan korupsi, serta selalu mengingatkan orang-orang di sekitar untuk tidak melakukan praktik koruptif.