- Publik sepak bola Inggris masih harus menanti lagi untuk gelar yang mereka harapkan.
- Semangat Football is Coming Home terhenti di Stadion Wembley setelah kalah adu penalti lawan Italia.
- Gareth Southgate memberikan beban terlalu besar kepada Bukayo Saka sebagai penembak penalti.
SKOR.id -Air mata Jordan Pickford, mata Harry Kane yang menerawang jauh, dan ketidaktahuan Bukayo Saka atas apa yang baru saja terjadi.
Setelah semuanya berakhir, Gareth Southgate pun mengumpulkan semua pemainnya di pinggir lapangan. Pelatih berusia 50 tahun ini mencoba menenangkan momen yang sangat pahit.
Di Stadion Wembley, di rumah sendiri, Inggris kembali menelan rasa getir. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun, kritik dan cemooh ketika itu pula sudah mulai muncul ke permukaan, terutama dari sosial media.
Sebelumnya, begitu ramai kalimat "Football is coming Home". Kalimat ini begitu terasa hingga membangkitkan semangat dan kebahagiaan dari publik sepak bola Inggris.
Namun, ternyata Football is not yet coming home. Sepak bola tidak jadi pulang ke rumah (ke Inggris).
Sepak bola lebih memilih pulang ke asalnya, ke awal dari Euro 2020 ini dimulai pada 11 Juni 2021 lalu yaitu di Roma, Italia.
Ya, Inggris masih harus menunggu lagi untuk meraih gelar. Untuk sementara, mereka masih harus menemukan jawabannya.
"Kegagalan ini sangat menyakitkan dan akan terkenang sepanjang karier," kata kapten timnas Inggris, Harry Kane, setelah pertandingan tersebut.
Inggris kalah 2-3 dalam adu penalti lawan Italia pada final Euro 2020, Senin (12/7/2021).
Idealnya, ini memang menjadi momen yang tepat bagi Inggris untuk mengukir sejarah. Semua seperti merasakan sepak bola memang akan kembali ke rumah ketika Luke Shaw mencetak gol cepat, 1 menit 57 detik.
Dengan catatan waktu tersebut pula, gol Luke Shaw tercatat sebagai gol tercepat yang pernah terjadi dalam final Piala Eropa 2020.
Pemain 25 tahun tersebut idealnya menjadi bintang dan pahlawan The Three Liones di laga final.
Apa yang salah dari timnas Inggris di final Euro 2020 ini? Harry Kane? Boleh jadi. Fakatanya, penyerang ini justru kehilangan sentuhan terbaiknya, kehilangan momentum.
Menurut statistik Opta, Harry Kane tidak mampu melepaskan satu tembakan pun atau tidak sekalipun memberikan dan menciptakan peluang.
Ini kali kedua Harry Kane tidak melakukan dua aspek penting tersebut dalam 61 laga sepanjang bersama timnas Inggris.
Yang pertama terjadi saat lawan Swiss pada 2018 silam. Ya, jka ada alasan mengapa sepak bola tidak kembali pulang ke rumah, salah satunya adalah karena performa Harry Kane yang tidak maksimal.
Kini, Inggris masih dengan satu trofi utama yaitu trofi yang mereka raih pada 55 tahun silam pada Piala Dunia 1966.
Ketika itu, Inggris meraihnya di tempat yang sama, di Stadion Wembley, mengalahkan Jerman Barat 4-2.
Setelah itu, Wembley masih belum bersahabat bagi Inggris. Termasuk untuk Gareth Southgate.
Sebagai pelatih, dia termasuk berhasil karena mampu membawa tim ini ke final meski tanpa gelar.
Dia juga memberikan kepercayaan kepemain muda, termasuk Bukayo Saka, yang masih berusia 19 tahun.
Hanya, Bukayo Saka terlalu muda untuk menanggung beban sebagai eksekutor penalti.
Gareth Southgate dinilai tidak belajar dari kegagalannya pada Piala Eropa 1996.
Saat itu, Gareth Southgate yang juga gagal mencetak gol dari penalti pada semifinal Piala Eropa yang juga digelar di Wembley.
Saat itu, bola tembakan penaltinya yang pelan mampu ditepis kiper Jerman, Andreas Koepke. Inggris saat itu masih harus menanti "sepak bola pulang ke rumah", sampai saat ini.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Perjalanan Roberto Mancini: Didepak Manchester City hingga Sukses Bawa Italia Juarai Euro 2020 https://t.co/OtGPTr4Zit— SKOR.id (@skorindonesia) July 11, 2021
Berita Piala Eropa lainnya:
Final Euro 2020: Bukayo Saka Gagal Penalti, Gareth Southgate Beri Pembelaan
Dua Bintang Tanpa Klub Jadi Pemain Terbaik di Euro 2020 dan Copa America 2021