Eksklusif Bayu Sutha: Legenda Pulau Dewata yang Kabur dari Dunia Seni demi Sepak Bola

Adif Setiyoko

Editor:

  • Bayu Sutha, pesepak bola legenda asal Pulau Dewata, dikenal sebagai sosok bek tangguh yang memiliki ketahanan fisik tinggi.
  • Namun, Bayu Sutha justru mengambil jalan yang berbeda dengan pesepak bola lainnya seusai memutuskan gantung sepatu.
  • Bayu Sutha mengisahkan, prinsip dan tekad kuat membimbing setiap pilihan-pilihan yang tersaji sepanjang hidupnya.

SKOR.id – Darah seniman mengalir deras di nadi I Gusti Ngurah Bayu Sutha. Namun, tekad besar, juga barangkali jalan hidup, justru mengantarkan nasibnya ke dunia sepak bola hingga menjadi legenda.

Bayu Sutha mengatakan, leluhurnya memiliki ikatan kuat dengan kesenian tradisional. Itulah sebabnya, setiap keturunan di keluarganya diharapkan meneruskan jejak itu.

“Karena latar belakang keluarga saya adalah seniman. Kakek, paman, sepupu, semuanya menggeluti bidang seni,” kata Bayu Sutha kepada Skor.id saat ditemui di kediamannya, Selasa (29/3/2022).

“Jadi, secara otomatis harapan mereka kepada saya ya seperti itu, agar saya ikut terjun dan menggeluti dunia seni,” ia melanjutkan.

Namun, ia memiliki pilihan lain. Sepak bola seolah menjadi magnet yang memiliki daya tarik, terutama saat Bayu masih kecil.

Apalagi, ia tak pernah absen menyaksikan aksi-aksi pesepak bola asal Pulau Dewata dari layar kaca. Dari gambar hitam-putih itulah, Bayu merawat tekad untuk mengikuti jejak yang sama.

“Namun, tekad saya sejak kecil untuk terjun di dunia sepak bola memang besar sekali. Jadi, ketika saya sudah dilatih untuk menari Bali, saya justru kabur untuk bermain bola,” ujarnya.

Dari awal karier, lelaki kelahiran Gianyar, 28 Mei 1997, itu menghabiskan sebagian besar waktunya bersama sejumlah klub sepak bola di Bali. Mulai dari Perseden Denpasar hingga Persegi Gianyar.

Lalu, ia sempat berkelana bersama sejumlah klub di luar Pulau Dewata. Beberapa di antaranya yakni Pelita Krakatu Steel, Persema Malang, hingga Persib Bandung.

Bahkan, kiprah impresif bek tangguh yang dikenal dengan ketahanan fisik luar biasa ini juga membawanya memperkuat timnas Indonesia.

Namun, selepas memutuskan gantung sepatu, Bayu mengambil pilihan lain. Jika pemain lain bersiap menutup karier dengan mengambil lisensi kepelatihan, ia memilih jalan berbeda.

Tak jarang, ia ditodong pertanyaan mengapa tak melanjutkan karier sebagai pelatih. Padahal, pengalamannya bisa ditularkan kepada pemain-pemain muda.

“Itu pertanyaan klasik bagi saya. Karena setiap orang yang bertemu saya, mereka selalu bertanya kenapa tak melanjutkan karier di dunia kepelatihan,” katanya.

“Kenapa tidak menularkan ilmunya kepada anak-anak atau adik-adik di dunia sepak bola. Karena dianggap punya ilmu yang bisa dibagikan,” ia melanjutkan.

Jalan baru yang dipilih Bayu ialah menjadi seorang pemandu wisata setelah gantung sepatu. Pilihan ini diambil karena prinsipnya.

Salah satunya yakni faktor keluarga. Setelah merasa terlalu lama meninggalkan rumah karena bermain sepak bola, ia ingin fokus dengan keluarganya.

Ia menyebut tugasnya sebagai bapak rumah tangga. Sebab, saban hari ia bertugas untuk mengatar-jemput anak-anak. Karena itulah, Bayu menjaga jarak dengan sepak bola.

“Alangkah bagusnya kalau saya bisa mencoba hidup di luar dunia sepak bola. Jadi, jangan hanya berpatokan pada dunia sepak bola semata,” tuturnya.

Bayu menyadari, pesepak bola lazimnya memang melanjutkan karier di dunia racik strategi setelah memutuskan untuk pensiun.

Hal itu juga dilakukan oleh rekan-rekannya yang lain. Sebelum gantung sepat, masa depan pemain umumnya dipersiapkan dengan mengambil lisensi kepelatihan.

Apalagi, bagi pemain yang pernah mencatatkan penampilan bersama tim nasional, mereka dapat kesempatan untuk mendaftar kursus lisensi di level C.

“Bagi saya, itu sebuah kemudahan. Namun, saya tidak mau mengambilnya. Untuk saat sekarang, saya belum ingin,” ujarnya.

Meskipun demikian, lelaki yang kini berusia 44 tahun itu tak menutup kemungkinan apabila suatu saat ia akan mengikuti jejak serupa.

“Kemungkinan untuk mengambil pasti ada. Namun, untuk saat ini belum ada keinginan ke arah sana,” ujarnya.

Ancang-Ancang Menatap Masa Depan

Ancang-ancang untuk melanjutkan karier pasca-pensiun sebetulnya sudah dipersiapkan Bayu jauh-jauh hari, tepatnya saat bermain untuk Persib Bandung pada medio 2007.

Ketika tim Pangeran Biru meliburkan agenda latihan selama sebulan, ia memilih pulang ke Bali. Pada saat bersamaan, ada pembukaan pendaftaran kursus pemandu wisata.

Bayu pun memutuskan untuk mendaftar. Salah satu yang mendorongnya saat itu ialah bekal pendidikan sebagai lulusan Sastra Inggris di salah satu Perguruan Tinggi di Bali.

“Lalu saya memutuskan untuk ikut. Karena saya punya latar belakang kuliah di jurusan Sastra Inggris di salah satu universitas di Bali,” katanya.

“Setelah saya mengikutinya dan lulus, meski setelah mendapatkannya saya kembali untuk bermain sepak bola hingga beberapa tahun kemudian,” ia melanjutkan.

Setelah mendaftar, mengikuti kursus, menjalani praktik, dan akhirnya mendapatkan sertifikat, Bayu tak langsung menggunakan lisensinya tersebut.

Sebab, ia harus kembali ke Bandung untuk fokus menatap lanjutan kompetisi bersama Persib. Akhirnya, lisensinya tersebut masih harus disimpan.

Uniknya, Bayu rajin memperpanjang lisensi pemandu wisatanya itu meski tak pernah digunakan. Hal ini mengundang tanda tanya besar dari asosiasi pramuwisata setempat.

“Ketika sudah pensiun, saya baru menggunakan lisensi itu. Pihak Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) yang ada di Bali sempat heran,” katanya.

“Karena, saya tidak pernah bekerja (di dunia tour-guiding), tetapi rajin untuk memperpanjang lisensi,” ia melanjutkan.

Di antara Pendidikan dan Sepak Bola

Jauh sebelum melanjutkan karier sebagai pemandu wisata, Bayu sempat dihadapkan pada dua ketegangan: tanggung jawab menyelesaikan studi dan meniti karier sebagai pesepak bola.

Saat berdiri di antara dua kutub itu, ia harus cermat dalam berkompromi. Pada satu sisi, sepak bola sudah menjadi bagian dari hidup, sedangkan di sisi lain, pendidikan juga penting.

Bagi Bayu, dorongan orang tuanya untuk menyelesaikan studi jadi salah satu motivasi terbesar. Apalagi ia sempat menghadapi masa-masa sulit di akhir masa pendidikannya.

Sebagai mahasiswa jurusan Sastra Inggris, ia mesti menyusun tugas akhir sebagai syarat kelulusan. Ini jadi salah satu momen paling berat yang mesti dilewatinya saat itu.

“Apa pun yang kita lakukan, bekal pendidikan itu menjadi yang paling penting. Saya bersyukur memiliki orang tua yang selalu mendorong saya untuk menyelesaikan studi,” katanya.

“Saya masih ingat, ketika masih menjadi mahasiswa dan sedang menyusun skripsi, perjuangannya saat itu luar biasa,” ia melanjutkan.

Tenaga, waktu, dan pikiran pun terkuras habis saat ia menggarap tugas akhir. Kebosanan menyerang. Bayu akhirnya memutuskan kabur sejenak dari tanggung jawab itu.

Lagi-lagi, sepak bola menjadi satu-satunya pelarian yang membebaskan dirinya. Selama beberapa waktu, tugas akhirnya terlupakan.

Ayahnya mulai mengambil tindakan. Peringatan keras dilayangkan kepada Bayu untuk segera menyelesaikan tugas akhirnya yang terbengkalai.

Bahkan, ia mengingat betul satu kalimat utuh bernada ultimatum yang dilontarkan ayahnya ketika itu.

“Kalau kamu tidak mau menyelesaikan tugas akhirmu, lebih baik buku itu dibakar saja atau kamu bakar sepatu kamu,” kata Bayu menirukan pesan ayahnya.

Itulah alasannya, sebagian besar awal karier Bayu dihabiskan bersama klub-klub Bali, meskipun banjir tawaran bermain bersama klub besar.

“Makanya ketika mendapatkan tawaran untuk bermain di luar Bali, selalu saya tolak. Karena pendidikan saya belum selesai,” ujarnya.

“Sehingga saat saya mulai merantau dan bermain di luar itu terbilang telat, karena saya lebih banyak bermain di Bali,” ia melanjutkan.

Wawancara eksklusif Bayu Sutha versi lengkap dapat disaksikan melalui video berikut ini:

Berita Timnas Indonesia Lainnya:

Jersey Tandang dan Kiper Terbaru Timnas Indonesia Dirilis dengan Nuansa yang Berbeda

PSSI Pastikan Timnas Indonesia Main di Kandang saat FIFA Matchday September 2022

Kriteria Shin Tae-yong untuk Lawan Timnas Indonesia di FIFA Matchday September 2022

Source: Skor.id

Skor co creators network
RIGHT_ARROW
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
RIGHT_ARROW

THE LATEST

Liga TopSkor U-17 Greater Jakarta 2025.

Liga TopSkor

Penyerang Timnas U-17 Indonesia Asah Ketajaman Gol di Liga TopSkor U-17 Greater Jakarta

Mierza Firjatullah mengaku kompetisi Liga TopSkor Greater Jakarta 2025 sangat membantu dirinya untuk meningkatkan performa.

Nizar Galang | 14 May, 07:17

Timnas MLBB Putri Indonesia. (Rahmat Ari Hidayat/Skor.id)

Esports

Bermain Game sebagai Pro Player Kini Sudah Jadi Cita-cita Anak Muda

Sejumlah pencapaian mendorong anak-anak muda untuk bercita-cita menjadi pro player dan memiliki karier yang gemilang di scene esports.

Gangga Basudewa | 14 May, 07:06

ONIC Kayess dalam balutan jaket varcity koleksi fashion ONIC Esports

Esports

Fenomena Pro Player Jadi Public Figure dan Idola Baru Anak Muda

Keberhasilan ONIC, RRQ, dan EVOS mengukir prestasi di ajang nasional dan internasional menjadikan pemainnya sebagai figur publik baru.

Gangga Basudewa | 14 May, 07:05

Free Fire. (Deni Sulaeman/Skor.id)

Esports

2025 Saatnya Free Fire Indonesia Kembali Berjaya di Internasional

Indonesia telah lama menjadi salah satu kekuatan utama yang diperhitungkan di dunia esports Free Fire.

Gangga Basudewa | 14 May, 06:53

Indonesia Kings Laga Spring 2025 atau IKL Spring 2025. (Honor of Kings)

Esports

Rekap Pekan Kelima IKL Spring 2025, Tiga Tim Pastikan Tiket Playoff

Sementara itu ONIC memiliki kans untuk melangkah ke babak playoff setelah menyudahi hasil buruk.

Gangga Basudewa | 14 May, 06:43

Pelatih Timnas futsal putri Indonesia, Luis Estrela didampingi asistennya, Citra Adisti. (Foto: FFI/Grafis: Hendy Andika/Skor.id)

Futsal

Gagal ke Semifinal, Pelatih Timnas Futsal Putri Indonesia Sebut Timnya Kehilangan Momentum

Pelatih Timnas Futsal Putri Indonesia, Luis Estrela, tetap mengapresiasi para pemainnya meski kalah dari Cina.

Rais Adnan | 14 May, 04:07

Share akun game online. (Istimewa)

Esports

Game Corner: Risiko Berbagi Akun Game Online

Hanya 5 persen pemain yang menganggap akun game mereka memerlukan perlindungan kata sandi yang kuat.

Gangga Basudewa | 14 May, 03:33

elkan baggott - blackpool

National

Pelatih Blackpool Prediksi Masa Depan Elkan Baggott yang Dikabarkan Kembali Dipanggil Timnas Indonesia

Elkan Baggott dikabarkan kembali dipanggil Timnas Indonesia dan saat ini sudah berada di Bali.

Rais Adnan | 14 May, 02:13

emil audero - timnas indonesia

National

Emil Audero Gagal Clean Sheet, Palermo Imbang di Kandang

Emil Audero gagal membawa timnya menang saat menjamu Carrarese pada laga terakhir regular season, Rabu (14/5/2025) dini hari WIB.

Rais Adnan | 14 May, 00:40

Skuad AC Milan. (Yusuf/Skor.id).

Liga Italia

Prediksi dan Link Live Streaming AC Milan vs Bologna di Coppa Italia 2024-2025

Prediksi pertandingan dan link live streaming AC Milan vs Bologna di final Coppa Italia 2024-2025.

Pradipta Indra Kumara | 14 May, 00:22

Load More Articles