- Gelandang sayap Bournemouth, Arnaut Danjuma, pernah sangat frustrasi menjadi orang kulit hitam di Inggris.
- Pemain internasional Belanda ini ditangkap polisi di tengah keramaian karena disangka sebagai pelaku penikaman pada Maret.
- Tanpa meminta maaf, polisi melepaskan Arnaut Danjuma setelah menyadari mereka telah menangkap orang yang salah.
SKOR.id – Ternyata, Arnaut Danjuma pernah merasa sangat frustrasi hidup sebagai orang berkulit hitam di Inggris.
Arnaut Danjuma yang merupakan pemain Bournemouth itu mengisahkan trauma yang diingatnya lagi ketika insiden kematian George Floyd di Minnesota, Amerika Serikat, mengguncang dunia.
Berita Sepak Bola Internasional Lainnya: Jadon Sancho Pemain yang Tepat bagi Manchester United
Kepada SunSport, Arnaut Danjuma mengaku pernah menjadi korban salah identitas oleh polisi di Inggris sebagai pelaku aksi percobaan pembunuhan.
Ironisnya, insiden yang terjadi beberapa hari sebelum aturan lockdown diterapkan itu, berlangsung di tengah keramaian.
Arnaut Danjuma, 23, sedang berjalan di pusat kota ketika polisi muncul, memborgolnya, dan menudingnya sebagai pelaku aksi penikaman pada 16 Maret.
Belakangan, polisi membebaskan gelandang sayap bernilai 13,7 juta pound (sekitar Rp240 miliar) itu ketika menyadari bahwa mereka telah menangkap orang yang salah.
“Saya akan pergi ke Hilton untuk makan sesuatu. Tiba-tiba ada mobil polisi dan dua petugas polisi keluar, dan salah satunya berteriak ‘Letakkan tangan kamu di pagar!’"
Danjuma sontak bertanya, “Apa yang saya lakukan?' Tetapi mereka terus berteriak meminta saya untuk diam dan menempelkan tangan di pagar pagar.”
“Jadi saya meletakkan tangan di pagar dan bertanya lagi, 'Apa yang saya lakukan?' Mereka mengatakan menunggu petugas lainnya tiba.”
“Petugas lain datang dan saya bertanya lagi. Sungguh memalukan. Orang-orang mengambil foto dan itu membuat saya frustrasi sehingga saya marah pada polisi.”
"Saya mengucapkan hal-hal yang tidak seharusnya dikatakan. Saya frustrasi dan marah. Pada akhirnya salah satunya berkata, ‘Kamu bukan orang yang kami cari. Kamu bisa pergi!'."
Danjuma tidak ingat polisi meminta maaf atas kasus kesalahan identitas itu, tetapi ia memutuskan untuk tidak mengajukan keluhan resmi.
etika pejabat The Cherries bertanya kepada Danjuma apakah dia ingin membuat pernyataan publik tentang insiden itu, dia memilih fokus untuk pulih dari cedera.
Namun, bukan berarti kejadian seperti itu baru pertama kali dialami Danjuma, terlebih ketika dunia begitu bersemangat mendukung gerakan Black Lives Matter.
“Saya menentang tindakan rasialisme. Bukan karena saya telah melalui banyak aksi rasial dalam hidup saya.”
Satu contoh, polisi akan menghentikannya di jalanan hanya karena Danjuma sedang mengendarai mobil besar.
“Mereka bilang itu hanya pengecekan, tetapi Anda tahu itu bukan pengecekan."
Danjuma, yang menghadapi masalah pengasuhan semasa anak-anak itu, bergidik setiap memikirkan akan diperlakukan berbeda karena kesulitan yang dia hadapi.
“Saya tidak pernah membiarkan diri saya percaya bahwa saya dalam situasi sulit.”
"Saya sudah menyadarinya, tapi jika Anda ingin keluar dari itu, Anda harus menepis segala sesuatu yang akan membuat Anda berpikir negatif.”
Tidak ada penyesalan bagi Danjuma karena menceritakan kisah ini, atau karena ia hanya ingin mencari simpati publik.
“Saya sangat benci jika orang memakai hal-hal seperti itu pada saya, lalu memperlakukan saya dengan baik, atau dengan cara berbeda.”
"Saya ingin diperlakukan sama seperti orang lainnya, dan jika ada yang salah, Anda harus memberi tahu saya."
Jadi Tunawisma
Danjuma lahir di Lagos, Senegal, dari ibu asli Nigeria, Hauwa, dan ayah yang orang Belanda bernama Cees.
Mereka lalu pindah ke Belanda ketika orang tuanya itu bercerai dan Danjuma baru berusia empat tahun.
Sat di Belanda, Danjuma kecil, ibunya, saudaranya Reinier dan Lisette, jadi tunawisma untuk beberapa lama, bahkan tidur di mobil ketika tak ada teman yang mau menampung mereka.
Danjuma pun dititipkan di panti asuhan. Dia tak menikmati pengalaman itu, terutama karena keluarga angkatnya tidak akan membawanya ke sekolah atau sepak bola.
Lalu, pada usia 11, pengadilan memutuskan Danjuma bisa tinggal bersama ayahnya, yang bertepatan dengan dia bergabung ke akademi junior PSV Eindhoven.
Dari sana, kaki Danjuma melangkah ke NEC Nijmegen, ke Liga Champions melalui Club Brugge di Belgia dan akhirnya ke Liga Inggris bersama Bournemouth.
Tetapi Danjuma tak pernah melupakan masa kecilnya yang sulit, meski kini dia bisa hidup berkecukupan karena telah punya penghasilan sendiri.
Ia juga membagi hartanya kepada masyarakat di mana pun dia bisa. Misalnya, membiayai pembuatan sumur air di Somalia, Afghanistan, Palestina, dan Niger.
Hidup di jalanan telah membuat Danjuma tetap terhubung dengan mereka-mereka yang berada dalam situasi putus asa yang sama di Bournemouth.
Danjuma mengungkapkan: "Ada seorang pria tunawisma yang saya kenal."
“Ketika ada kesempatan, saya akan mengajaknya mengobrol, mengajaknya makan malam, minum-minum, hal-hal seperti itu. Hanya untuk melihat yang dia butuhkan sudah diurus.”
"Jika Anda melihat jenis kehidupan seperti itu, Anda benar-benar tahu betapa sulitnya itu.
"Ketika Anda yang membutuhkan bantuan, dan tidak ada yang menawarkannya, itu buruk. Anda sungguh merasa sendirian,” kata Arnaut Danjuma.
Berita Sepak Bola Internasional Lainnya: Pandemi Covid-19, Kiper Bournemouth Latihan bersama Orangtuanya
“Saat itulah Anda harus tegar, saat itu benar-benar Anda melawan dunia,” ucap Arnaut Danjuma.
"Jika Anda berada dalam posisi ketika Anda dapat membantu orang lain, Anda tentu harus melakukannya," ujar Arnaut Danjuma.