- Sunoto, petarung mixed martial arts (MMA) Indonesia, memiliki kisah di dunia sepak bola.
- Sunoto pernah menjadi pendukung PSIS Semarang dan Persebaya Surabaya.
- Momen paling diingat Sunoto adalah final Ligina 1999 antara kedua tim yang didukungnya tersebut.
SKOR.id - Petarung asal Indonesia, Sunoto, ternyata memiliki kenangan tersendiri dengan dunia sepak bola.
Siapa sangka, petarung asal Blora, Jawa Tengah (Jateng), itu adalah sosok penggila bola. Ia adalah pendukung PSIS Semarang dan Persebaya Surabaya.
Semasa remaja, Sunoto tumbuh ketika sepak bola Tanah Air tengah bergeliat dan bertransisi menuju era profesional, yang ditandai dengan meleburnya kompetisi Galatama dan juga Perserikatan.
Klub-klub tradisional dari liga Perserikatan bertransformasi dan mengepakkan sayap bisnis mengikuti perkembangan zaman.
Namun, ikatan erat antara klub dan daerah tempat bermukim tetap tak berkurang.
Ikatan tersebut juga dirasakan Sunoto. "Saya mengikuti perkembangan sepak bola nasional. Karena saya berasal dari Jateng, maka saya duluy senang dengan PSIS, klub ibu kota provinsi," ujar Sunoto.
Momen paling diingat pria yang kini berusia 35 tahun itu adalah final antara PSIS dan Persebaya pada 9 April 1999.
Kala itu, pendukung PSIS bergembira karena sukses meraih gelar perdana Liga Indonesia (Ligina) setelah mengalahkan Persebaya dengan skor 1-0.
"Saya ingat masa emas PSIS saat jadi juara liga dengan mengalahkan Persebaya pada final lewat gol tunggal menit akhir dari Tugiyo," Sunoto mengenang.
"Sepak bola lokal memang selalu kental dengan rasa kedaerahan. Seperti halnya PSMS bagi warga Medan dan PSM bagi warga Makassar dan Sulawesi,” ujar Sunoto, yang juga kerap memainkan si kulit bundar pada sela waktu senggangnya.
Saat mengadu nasib di Surabaya, jarak menjadi pemisah kedekatannya dengan PSIS.
Seperti ujaran yang populer di kalangan suporter "Dukung Klub Lokalmu", Sunoto pun mulai menaruh hati klub sepak bola terbesar di Kota Pahlawan.
“Saya ke Surabaya pada awal 2000-an. Dari situ, saya jadi ikutin perkembangan Persebaya dan jadi Bonek (sebutan bagi pendukung Persebaya), karena saya sering lewat Stadion Tambaksari (Gelora 10 November) yang selalu ramai,” kata Sunoto.
Jika tidak bisa menyempatkan ke stadion untuk manyaksikan pertandingan langsung, Sunoto kerap menyaksikan laga melalui televisi di warung kopi.
"Sekarang memang lebih enak nonton di TV karena nyaman dan tinggal nonton sambil bersantai. Tapi di stadion, atmosfer lebih dapat,” ujar petarung ONE Championship itu.
“Sama saja kayak suasana saat nonton laga bela diri campuran. Lewat TV, semua angle memang bisa dapat dan ada tayangan ulang. Tetapi soal atmosfer, nonton langsung tak bisa digantikan. Selain itu, nonton langsung bisa dapet bonus koreografi suporter.”
Selain sebagai suporter, Sunoto pun kerap bermain sepak bola pada waktu senggangnya. Meski tak sesering dulu, “The Terminator” mengaku sering mengolah si kulit bundar baik di lapang hijau atau di ruangan tertutup.
Lihat postingan ini di InstagramSiap buat cari keringat nanti sore Ayo yg mau ikut lapangan sepakbola gusten Jepangrejo
Saat berlaga di atas Circle, Sunoto dikenal akan kemampuan beradaptasinya yang cepat sesuai situasi dan kondisi lawan. Pengidola Cristiano Ronaldo ini pun memiliki tingkat fleksibilitas tinggi saat bermain bola dan mampu memerankan berbagai posisi.
“Bisa dikatakan saya bisa bermain di semua posisi, karena dari dulu sering pindah-pindah posisi,” ungkap Sunoto.
“Waktu SD (Sekolah Dasar), saya berperan sebagai kiper, lalu maju jadi bek, gelandang, dan bermain di sayap sebagai striker. Karena dulu saya suka lari, jadi senang main di posisi itu. Tancap gas buat lari, lalu kirim umpan.”
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Fokus Pemulihan, Marc Marquez Tak Dibebani Target oleh Hondahttps://t.co/wd73o1hX7V— SKOR Indonesia (@skorindonesia) July 22, 2020
Berita One Championship Lainnya:
Debut di ONE Championship, Momentum Sitthichai Sitsongpeenong Balas Dendam
ONE Championship: 3 Laga Comeback Paling Dinanti pada ONE: No Surrender