- Isu Rasisme kembali muncul di sepak bola Italia setelah keributan yang terjadi antara Zlatan Ibrahimovic dan Romelu Lukaku.
- Sepak bola Italia kembali disorot karena sejumlah kasus rasial yang terjadi di Negeri Piza ini.
- Zlatan Ibrahimovic menegaskan dirinya tidak pernah berniat bertindak rasial terhadap Lukaku.
SKOR.id -Sebelum ke Italia, pemain berkulit gelap harus mempertimbangkan satu hal di luar teknik sepak bola: rasisme.
Sebelum memutuskan berkarier di Italia, mereka harus yakin dulu bahwa mental mereka harus sekuat baja.
"Ketika saya mendapatkan tawaran dari Napoli, saya lebih dulu pergi ke sana dan melihat sendiri," kata Victor Osimhen, yang bergabung ke Napoli pada 2020 lalu.
"Saya mendengar bahwa rasisme sangat kuat di Italia. Namun, ketika saya tiba di Napoli, saya menedapatkan sambutan yang sangat baik," dia menambahkan.
Bukan di Napoli memang, melainkan di kota lain di mana Osimhen akan disambut dengan nyanyian dan suara bernada rasisme.
Ya dalam sepak bola ada ada monster bernama rasisme yang bisa merobohkan pemain.
Apa yang terjadi antara Romelu Lukaku dan Zlatan Ibrahimovic dalam ajang Piala Italia, Selasa (27/1/2021) dini hari WIB, boleh jadi bukan rasisme.
Itu hanyalah "rasisme" yang tidak disengaja karena emosi dan panasnya pertandingan dan persaingan pada momen peristiwa itu terjadi.
Namun, kata "vodoo" yang dilontarkan Zlatan Ibrahimovic, bintang AC Milan kepada Romelu Lukaku, sertamerta membuka kembali citra sepak bola Italia yang memang kental dengan masalah rasial.
Insiden dalam Derbi Milan terkait kalima vodoo memang menjadi sensitif. Zlatan Ibrahimovic sendiri sudah menyatakan setelah pertandingan bahwa dirinya tidak bermaksud bersikap rasial kepada Lukaku.
"TIdak ada tempat bagi rasisme dalam kehidupan Zlatan," demikian pernyataan Zlatan Ibrahimovic dalam media sosialnya.
Perselisihan keduanya dalam momen tersebut menjadi ironis karena faktanya keduanya pernah berteman ketika masih sama-sama di Manchester United.
Tapi, sudah dari masa lalu bahwa yang namanya rasisme sangat peka. Bagi Romelu Lukaku sendiri, ini bukan lai pertama tentunya.
Pada tahun lalu, sebuah media massa Italia justru melakukan blunder dengan menampilkan foto Lukaku dan Chris Smalling dengan judul cover: Black Friday.
Lukaku kemudian mengecam sampul harian olahraga terkenal tersebut. Meski demikian, di Italia sendiri ada sejumlah kata yang tidak ingin mereka dengar.
Zlatan and Lukaku are going at it ???? pic.twitter.com/yMLFI72tiz— ESPN FC (@ESPNFC) January 26, 2021
Pelatih Napoli, Gennaro Gattuso, pun murka ketika dirinya dipanggil atau disebut dengan "Terrone" oleh salah seorang staf Lazio pada Agustus 2020 dalam laga Liga Italia.
Di Italia, kata ini merupakan kalimat paling rendah dalam menghina orang lain
Terrone memiliki konotasi yang sangat negatif, panggilan untuk orang-orang di selatan Italia dengan kehidupan yang jorok, tidak higienis, dan pemalas.
Kata “terrone” inilah yang digunakan fisioterapis Lazio, Alex Maggi, saat memanggil Gattuso di pinggir lapangan.
Lalu, setelah laga berakhir, keributan itu pun pecah meski tidak berujung dengan perkelahian.
Gattuso yang akhirnya berhasil diredakan, ke kamar ganti sambil mengangkat telunjuknya dengan berteriak ke arah bangku tim Lazio: “Katakan lagi Terrone di wajah saya, jika Anda berani”.
Di Italia, isu rasisme bukan rahasia lagi sebagai masalah yang akut, namun seolah tidak terjadi apapun.
Romelu Lukaku seharusnya sudah kebal dengan semua frasa atau sikap rasial karena itu bukan kali terjadi.
Pada September 2019 lalu, penyerang asal Belgia ini pernah menjadi korban rasisme sepanjang laga Inter Milan yang tandang lawan Cagliari.
Targetnya bahkan bukan pemain asing melainkan mereka yang memiliki darah Afrika atau pemain yang berkulit gelap.
Mario Balotelli beberapa kali pernah menjadi target teriakan rasisme bernada mengejek seperti "non ci sono negri Italiani" atau "tidak ada orang italia yang berkulit hitam".
Kalimat tersebut diteriakkan oleh suporter Juventus.
Deretan bintang lain seperti Stephan El Shaarawy (AC Milan), Kevin Prince-Boateng (AC Milan), lalu jauh sebelumnya yaitu Samuel Eto'o juga diterakkan suara-suara monyet seperti "uu, uu, uu," atau sebuah lemparan kulit pisang ke lapangan.
Rasisme sudah seperti pandemi. Menurut Observatory on Racism in Football (ORAC), antara 2011 hingga 2016, total ada 249 kasus (peristiwa) rasisme sejumlah stadion di Italia.
Bahkan, selanjutnya khusus untuk musim 2017-2018, ORAC telah mendata telah terjadi 60 kasus rasialis di Italia.
Tahun lalu pula, sebuah kampanye antirasisme di Italia justru menjadi blunder. Pasalnya, poster yang mereka pasang dengan kata No to Racism justru menggunakan wajah monyet.
Tentu saja, poster tersebut justru mendapat kecaman sejumlah pihak.
Ironisnya, rasisme juga sempat menyentuh di lembaga sepak bola Italia. Kasus Carlo Tavecchio yang merupakan mantan presiden Federasi Sepak Bola Ialia, contohnya.
Tentu masih ingat pada Juli 2014 lalu itu dalam sebuah pemilihan presiden, Tavecchio justru mengkritik besarnya jumlah pemain asing di klub-klb Italia.
Ironisnya, Tavecchio ketika itu menyebut "mereka yang sebelumnya memakan pisang". Anehnya, walau mendapatkan kritik terkait kalimat bernada rasis tersebut, dia tetap terpilih sebagai presiden.
Berikut di Antara Kasus Rasisme di Sepak Bola Italia yang Lebih Banyak Melibatkan Pemain dan Suporter:
- 1992-1993 Dua pemain hitam asal Belanda, Ruud Gullit dan Aron Winter mengeluh terkait sikap rasisme penonton di Italia.
- Paul Ince kemudian juga membuka pengalamannya ketika masih di Inter Milan antara 1995 dan 1997 menjadi korban rasisme secara terus menerus.
- November 2005, Marco Zoro tidak mau meneruskan pertandingan ketika pemain Messina ini mendapat ejekan rasial saat lawan Inter Milan.
- April 2009, Mario Balotelli yang bermain di Inter Milan menjadi korban dari ejekan pendukung Juventus.
- Januari 2013, gelandang Milan Kevin Prince-Boateng juga meninggalkan lapangan dalam laga uji coba lawan klub divisi rendah, Pro Patria karena mendapatkan ejekan rasial.
- Mei 2014, kulit pisang dilemparkan ke arah pemain Milan, Kevin Constant dan Nigel de Jong oleh pendukung Atalanta.
- April 2019, pemain Juventus, Moise kean juga menjadi target dari suporter Cagliari.
- Agustus 2019, Romelu Lukaku juga menjadi korban dari rasisme pendukung Cagliari.
- September 2019, gelandang AC Milan Franck Kessie, menjadi korban rasisme dari suporter Verona.
- Oktober 2019, pemain Sampdoria, Ronaldo Vieira, menjadi korban dari suara-suara yang menirukan hewan oleh suporter Roma.
- November 2019, Mario Balotelli kembali menjadi korban. Kali ini oleh suporter Verona.
- Desember 2019, harian Corriere dello Sport, menampilkan sampul koran dengan juudul Black Friday bersama foto Romelu Lukaku dan Chris Smalling.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Christian Eriksen Bangga Bisa Cetak Gol Tendangan Bebas Sempurna untuk Inter Milan https://t.co/AtcKPzvf5T— SKOR Indonesia (@skorindonesia) January 27, 2021
Berita Derbi Milan Lainnya:
AC Milan Kalah, Zlatan Ibrahimovic Minta Maaf
Nicolo Barella: Inter Milan Buktikan Lebih Baik dari AC Milan