- Hazar Abulfazl (Abulfazil) menginspirasi publik Afghanistan lewat sepak bola.
- Hazar Abulfazl membuat wanita Afghanistan berani untuk menang dengan bakat dan minat yang dimilikinya.
- Perjuangannya diawali dengan meyakinkan keluarganya sehingga dirinya mendapat dukungan untuk bermain.
SKOR.id - Selalu ada generasi pertama. Di Afganistan, nama Hazar Abulfazl dapat ditempatkan sebagai generasi pertama dalam sepak bola wanita sejak jatuhnya kekuasaan Taliban pada 2001.
Hazar Abulfazl merupakan pemain timnas putri Afganistan lebih dari 10 tahun.
Membutuhkan waktu dan pengorbanan dalam hal ini meyakinkan keluarganya bahwa wanita bermain sepak bola bukanlah perbuatan dosa.
Dia sudah tertarik dengan sepak bola sejak berusia 12 tahun. Bahkan, bergabung dengan tim sepak bola sekolah dan kemudian terpilih menjadi kapten timnas wanita Afganistan.
"Jalan saya di sepak bola melalui jalur yang sulit, jalur 'jendela'" kata Hazar Abulfazl, tertawa. Seringkali dirinya secara diam-diam keluar rumah memilih lewat jendela.
Meski masih mampu tertawa, mata Hazar Abulfazl telah merekam sejumlah peristiwa sedih di negerinya.
"Semua orang sudah tahu tentang Stadion Ghazi, tempat eksekusi selama masa sulit," kata Hazar lagi.
Tidak jarang para wanita menjadi korban dari eksekusi yang digelar di stadion tersebut. Kini, Stadion Ghazi telah berubah dan telah menjadi kebanggaan bagi pemain sepak bola di Afghanistan.
Namun, soal perjuangan masa kecilnya yang harus melewati adangan pamannya, bagian dari perjuangannya secara personal. Setelah meyakinkan keluarga (kedua orangtua), yang tersulit adalah meyakinkan pamannya.
Dalam budaya masyarakat Afghanistan, paman memiliki sosok yang sangat penting di keluarga, khususnya bagi anak perempuan.
Tidak mungkin baginya untuk melalui pintu di mana ada pamannya yang sudah mengadangnya.
Itulah yang seringkali terjadi. Pamannya selalu mengadangnya di pintu melarangnya untuk keluar bermain sepak bola.
"Dia berkata 'Hajar, ini (wanita bermain sepak bola) bertentangan dengan Islam, kamu tidak dapat melakukan ini,'" kata Hazar Abulfazl, bercerita.
"Dia biasanya juga melanjutkan dengan kata 'Jika kamu terus bermain sepak bola, kami tidak akan menemukan suami. Dan, kalaupun kamu mendapatkan suami, pikirkan anak kamu. Betapa akan malu mereka, pikirkan anak-anak kamu,'" kata Hazar Abulfazl lagi, bercerita.
Hazar Abulfazl bermain untuk timnas selama hampir 10 tahun, sejak 2008 hingga 2017. Sejumlah turnamen telah diikutinya seperti South Asian Football Federation pada 2010 dan 2012.
Perannya di dalam tim adalah sebagai gelandang. Setelah kariernya sebagai pemain timnas berakhir, dia kemudian menjadi kepala dari komite wanita di Federasi Sepak Bola Afghanistan pada 2012 hingga 2014.
Gelarnya sebagai dokter didapat setelah belajar di Universitas Khatam Al-Nabieen, sebuah universitas privat yang berada di Kabul, Afganistan.
"Saya ingin berbuat sesuatu untuk negeri saya," kata Hazar Abulfazl, seperti dalam bukunya yang berjudul My Journey, My Dream, pada 2020 lalu.
Usianya saat ini masih 27 tahun. Namun, wanita kelahiran Kabul, 11 November 1993 ini memilih untuk memberikan tenaga dan pikirannya sebagai dokter tim nasional wanita Afghanistan.
Tidak mudah bagi Hazar Abdulfazl untuk menyalurkan kegemarannya bermain sepak bola.
Ketika kecil, tidak ada keinginan namanya untuk terkenal sebagai salah satu pemain wanita yang berhasil melalui sejumlah rintangan dalam tradisi keluarga dan juga masyarakat negeri kelahirannya.
"Saya lahir di Kabul, Afghanistan. Keluarga saya pergi meninggalkan negeri ketika perang terjadi. Saat perang berakhir, kami kembali lagi ke Kabul dan di saat itu, saya mulai bermain sepak bola, dalam usia 14 tahun," kata Hazar Abufazl.
"Setelah bermain di sejumlah turnamen, saya terpilih masuk timnas pada 2008," kata Hazar Abufazl lagi.
Keyakinannya sebagai pemeluk agama Islam terefleksikan dari kebanggaannya sebagai ambasador dari Shizanan, sebuah grup olahraga wanita penganut Islam (Muslim Women Sports Advocacy).
Kini, kata-kata pamannya masih selalu diingat dan dia merasa beruntung karena saat itu, dirinya tetap bermain sepak bola.
"Bagi saya, tidak ada kaitan antara Islam dan melarang wanita berolahraga," kata Hazar Abufazl lagi.
Meski demikian, dia memang mengakui bahwa dalam hampir kebanyakan keluarga di Afghanistan, wanita dan anak-anak gadis remaja biasanya harus selalu di rumah.
Mereka hanya bertugas membersihkan rumah, memasak, menikah, lalu memiliki anak. Sedangkan olahraga hanya untuk laki-laki.
"Saya ingin menggunakan kekuatan olahraga untuk memperlihatkan kekuatan perempuan kepada semua orang," kata Hazar Abulfazl lagi.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
VIDEO: Zidane Akan Berjuang Sampai Akhir Demi Gelar Liga Spanyol https://t.co/dAye9tlMvu— SKOR Indonesia (@skorindonesia) April 30, 2021
Berita Bola Internasional Lainnya:
Zinedine Zidane Tegaskan Sergio Ramos Siap Hadapi Chelsea
CERITA RAMADAN: Hamza Choudhury, Tidak Lupa Baca Ayat Kursi dan Dukung Midnight Ramadan
Jurgen Klopp Pesimistis Raih Tiket Liga Champions, Liverpool Beralih ke Liga Europa