- Kisah Asmahan Mansour yang terjadi pada 2007 menginspirasi perubahan bagi larangan berjilbab saat bermain sepak bola.
- Asmahan Mansour pemain sepak bola putri di Kanada yang ditolak tampil karena mengenakan jilbab.
- FIFA kemudian memperbolehkan pemain putri tampil mengenakan jilbab pada 2014 silam.
SKOR.id - Sudah 24 tahun berlalu sejak peristiwa yang terjadi di Laval Quebec, Kanada. Asmahan Mansour, masih berusia 11 tahun ketika dirinya mempersiapkan diri untuk masuk ke lapangan mengenakan jilbab (hijab).
Bagi seorang anak yang usianya masih sangat muda, apa yang dialaminya pada 25 Februari 2007 membuatnya sedih dan tentu saja tidak mengerti atas apa yang terjadi.
Saat itu, Asmahan Mansour akan tampil dengan timnya dari Ottawa. Harusnya sepak bola menjadi sederhana namun Asmahan Mansour justru dihadapkan kepada kondisi yang tidak pernah dibayangkan.
Dirinya tidak diperbolehkan tampil dalam pertandingan yang digelar di Laval Quebec tersebut. Alasannya, karena mengenakan jilbab, penutup kepala yang memang digunakan oleh wanita muslim.
"Saya kira itu sangat mengecewakan karena saya kira saya bisa bermain dan memberi perbedaan, tapi ternyata tidak," kata Asmahan Mansour, mengenang kepada CBC News.
Beruntung karena saat itu, dia tidak sendirian menghadapinya. Ya, timnya justru berada bersamanya dengan tidak jadi tampil dalam pertandingan tersebut.
"Saya bangga karena teman-teman dan pelatih bersama saya," kata Asmahan Mansour lagi. "Saya akan tetap mengenakan jilbab atau tidak akan bermain sepak bola sama sekali," dia menambahkan.
Maria Mansour, ibu dari Asmahan Mansour, juga sangat kecewa dan sedih dengan penolakan wasit terhadap putrinya yang tidak boleh tampil di lapangan.
"Keputusan tersebut sangat mengecewakan. Menurut saya, IFAB (Internasional Football Association Board) seharusnya mengklarifikasi hal ini dan bisa lebih peka terhadap kasus-kasus seperti ini," kata Maria Mansour.
"Saya masih berharap mereka melihat kembali peraturan tersebut dan saya juga berharap Quebec dapat meniadakan peraturan tersebut sehingga Asmahan Mansour bisa bermain kembali," kata Maria Mansour menambahkan.
Sejak saat itulah, Asmahan Mansour dengan dukungan keluarganya berharap agar FIFA membuat peraturan yang memperbolehkan pesepak bola wanita musim tampil bermain mengenakan jilbab.
Kontroversi
Dari peristiwa di sebuah wilayah di Kanada inilah kemudian justru menjadi titik tolak dari perubahan yang memperbolehkan jilbab diperbolehkan dalam sepak bola di dunia, meski baru terwujud tujuh tahun kemudian sejak peristiwa itu terjadi.
Bersama timnya, dia pun melaporkan keluhan ini kepada Asosiasi Sepak Bola Quebec. Apa yang dialami Asmahan Mansour kemudian menjadi perhatian dari masyarakat muslim di Quebec.
Sedangkan Asosiasi Sepak Bola Quebec, kemudian menyikapi insiden tersebut dengan menyatakan bahwa pelarangan tersebut dilakukan untuk melindungi anak-anak dari kemungkinan terjadinya insiden atau kecelakaan dalam pertandingan.
Karena insiden ini pula, Laval Quebec yang merupakan bagian dari wilayah Kanada, menjadi sorotan dunia.
Dari sekitar 32,2 juta jiwa penduduk Quebec pada saat itu, 750 ribu jiwa di antaranya merupakan penganut Islam.
Kabar penolakan terhadap anak berusia 11 tahun tersebut kemudian menjadi perbincangan dalam dunia sepak bola.
Haruskah pemain diperbolehkan tampil mengenakan jilbab? Isu ini kemudian tergiring menjadi isu yang sensitif karena menyangkut keyakinan (agama).
Berbagai ulasan atau opini pun bermunculan ketika itu pula. Ada yang menilai bahwa wasit dalam pertandingan tersebut memang telah berpegang kepada aturan.
Dia melarang pemain mengenakan sesuatu yang membahayakan dirinya atau pemain lainnya. Dan jilbab Asmahan, termasuk kriteria melanggar aturan tersebut.
Tindakan wasit ini mendapat dukungan dari Federasi Sepakbola Quebec. Masalah ini kemudian mendapat perhatian pula dari Kepala Kementrian Quebec.
"Wasit melakukan tindakan yang benar, karena dia ingin menerapkan peraturan permainan dengan benar pula," kata Kepala Kementrian Quebec, Jean Charest.
Interprestasi terhadap jilbab, yang merupakan hanya selembar kain penutup rambut pun menjadi simpang siur dengan pandangan yang berbeda.
Hingga kemudian Internasional Football Association Board (IFAB) memutuskan bahwa jilbab tidak boleh dikenakan dalam permainan sepak bola karena beradasarkan Laws of the Game (Aturan Permainan).
Sorotan kepada FIFA
Meski demikian, masalah ini kemudian mendapatkan komentar dari salah seorang pejabat FIFA bernama Nicolas Maing. Dalam kasus ini, dia mencontohnya bahwa penjaga gawang diperbolehkan mengenakan pelindung kepala.
Sejumlah pihak kemudian menilai bahwa FIFA sendiri tidak memberikan aturan yang tegas. Council American-Islamic Relations (CAIR) dari wilayah Kanada bahkan akan membawa kasus ini ke mahkamah hak asasi manusia PBB.
“Disatu sisi, FIFA mempromosikan sepak bola bagi perempuan dengan menampilkan pemain-pemain berjilbab di situsnya. Disisi lain, mereka memberikan kebebasan pada masing-masing wasit untuk melarang atau membolehkan jilbab, ” kata Sarah Elgazzar, juru bicara CAIR-Kanada.
“Dengan tetap bersikap ambigu terhadap pertanyaan soal jilbab dan mendukung keputusan wasit Quebec, FIFA sudah secara efektif menghalang-halangi jutaan perempuan untuk menjadi pemain sepakbola,” kata Elgazzar lagi.
Banyak yang menganggap apa yang terjadi dengan Asmahan itu tidak adil dan bisa terulang pada pemain lainnya.
Ada banyak penafsiran tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh. Mereka membuat anak-anak bingung.
Mencabut Larangan Jilbab
Sejak itu, perjuangan untuk memperbolehkan jilbab dalam sepak bola pun diperjuangkan.
Hingga akhirnya pada 1 Maret 2014, setelah begitu banyak diskusi, Sekretaris Umum FIFA, Jerome Valcke, mengumumkan bahwa semua atribut keagamaan yang menutup atau melindungi kepala, diperbolehkan di lapangan.
Meski demikian, sejak 2007 hingga 2014, dalam rentang waktu tersebut, sudah terjadi sejumlah peristiwa menyangkut jilbab bahkan hingga ke ajang internasional.
Timnas wanita Iran contohnya yang dikeluarkan dari Kualifikasi Olimpiade London 2012. Hal itu karena seluruh timnas wanita Iran pada laga lawan Yordania menggunakan hijab.
Protes pun dilayangkan pihak Timnas Iran. Bahkan Iran akan mengadukan penyelenggara pertandingan kepada FIFA.
Momen tersebut ditandai pula dengan para pemain wanita timnas Iran yang kemudian menangis di lapangan karena mereka tidak diperbolehkan bertanding.
Kini, kontroversi jilbab dalam sepak bola telah berakhir. Dan, semua perjuangan tersebut bermula dari sosok anak kecil berusia 11 tahun bernama Asmahan Mansour pada 2007 silam.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Mancheseter United Lolos ke Semifinal Liga Europa, Bruno Fernandes Puji Edinson Cavani https://t.co/HNdaylzElb— SKOR Indonesia (@skorindonesia) April 15, 2021
Berita Bola Internasional Lainnya:
CERITA RAMADAN: Bek Asing Borneo FC, Javlon Guseynov dan Puasa Keduanya di Samarinda
CERITA RAMADAN: Kisah Hijrah Hakeem Olajuwon dan Berkah Puasa di NBA