- Siswa Papua Football Academy selain punya jadwal padat berlatih sepak bola, tak lupa belajar secara formal.
- PT Freeport Indonesia mendatangkan guru dari sekolah formal untuk program home schooling bagi siswa PFA.
- Sebab, PFA ingin semua anak asuh mereka tak ketinggalan dalam hal pelajaran sebagai anak-anak usia sekolah.
SKOR.id - Ada sejumlah guru dari Timika yang dihadirkan sebagai pengampul home schooling bagi siswa Papua Football Academy.
Mengajar para siswa Papua Football Academy tentu tak mudah, tetapi para guru justru tertantang.
Apalagi, mereka sangat sadar jika para pesepak bola usia muda ini tak boleh melupakan kehidupan sekolah formal.
Rata-rata usia pesepak bola muda ini adalah 13 tahun dan jika sekolah formal levelnya SMP. Tetapi, beberapa siswa ada yang usia di bawah itu atau masih berstatus murid SD.
Keadaan ini tak menghalangi mereka tertinggal pelajaran sekolah formal seperti anak seusia mereka.
Para siswa Papua Football Academy ini pada Senin sampai Jumat harus menjalani kewajiban sekolah dengan konsep home schooling.

Mereka punya waktu belajar dari jam 14.00 siang hingga petang hari dengan berbagai jadwal mata pelajaran seperti siswa sekolah pada umumnya.
Namun persoalan yang menyertai mereka tentu rasa lelah para siswa ini. Sebab, mereka pagi hari berlatih hampir setiap hari.
Jadi, jika jam belajar mulai musuh mereka tentu rasa kantuk efek lelah berlatih. Hal ini membuat para guru pengajar di PFA memiliki sejumlah treatmen khusus.
"Kami coba memakai metode belajar dengan gembira. Salah satu treatment awal pelajaran dengan yel-yel atau hal yang membuat mereka semangat," ujar Risayanti.
Sebagai guru mata pelajaran IPA untuk level SMP, wanita ramah ini pun menyiapkan banyak media dalam pembelajaran.
"Sebab, media-media belajar tambahan ini yang membuat anak tertarik dan mereka senang mengikuti pelajaran," tuturnya menambahkan.
"Kami sadar kalau mereka sebelum belajar harus latihan dan itu membuat para siswa ini mengantuk. Itu tantangan yang harus kami pecahkan."
"Ternyata, sejumlah hal yang kami lakukan termasuk menciptakan barang-barang untuk praktek dapat memicu anak-anak ini tetap belajar," ujar Risayanti menambahkan.
Selain itu, para guru yang kesemuanya perempuan ini juga siap menjadi "ibu" para siswa PFA ini. Apalagi, tak semua siswa ini dari Timika.
Para siswa Papua Football Academy datang dari berbagai wilayah Papua, otomatis jauh dari keluarga. Hal itu juga coba dipahami para guru.
"Kami ini bisa disebut tempat anak-anak curhat kalau ada dari mereka kangen keluarganya," ujar Uly Sinaga, guru SD untuk siswa Papua Football Academy.
"Pernah ada siswa yang kembali ke Timika setelah libur Natal kemarin curhat, dia merasa masih ingin bersama keluarga. Tetapi, dia harus balik ke PFA."
"Cerita-cerita seperti itu menjadi hal yang harus kami dengarkan. Sebab, mereka masih anak-anak dan butuh kasih sayang serta tempat berbagi keluh kesah," katanya menambahkan.
Hanya saja, Risayanti dan Ely Sinaga berharap Papua Football Academy makin berkembang dan kembali menambah siswa yang belajar.