SKOR.id - Musim panas telah tiba, dan dengan datangnya musim yang hangat, persaingan antara bucket hat dan topi baseball semakin memanas di dunia fashion. Baik di lapangan olahraga maupun di panggung mode, dua gaya topi ini saling berkompetisi untuk menjadi pilihan terbaik dalam melindungi kepala dan menambah gaya pda musim panas 2023.
Topi bucket hat telah menjadi tren yang kuat dalam beberapa tahun terakhir. Topi ini memiliki akar sejarah yang kuat, dimulai dari peran praktisnya sebagai penutup kepala untuk pelaut dan nelayan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Irlandia. Awalnya terbuat dari wol domba kasar yang tahan air, topi ini kemudian mengalami evolusi menjadi gaya yang populer pada tahun 1960-an.
Dipopulerkan oleh seniman hip-hop seperti Run-DMC dan LL Cool J, serta menjadi ikonik di era Britpop pada tahun 90-an, topi bucket hat telah mengukir namanya dalam dunia mode.
Di sisi lain, topi baseball memiliki akar yang berhubungan erat dengan olahraga. Awalnya dikenal sebagai topi Brooklyn pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, topi baseball menjadi simbol yang melekat pada tim bisbol lokal.
Namun, seiring berjalannya waktu, topi ini tidak hanya terbatas pada lapangan olahraga, tetapi juga menjadi pilihan gaya yang populer di dunia mode. Baik di acara-acara fashion show maupun dalam kehidupan sehari-hari, topi baseball memberikan sentuhan gaya kasual yang elegan, menggabungkan elemen-elemen tinggi dan rendah.
Perang antara bucket hat dan topi baseball telah mengambil peran di berbagai arena. Para selebritas, seperti pemain kapten timnas kriket Inggris, Ben Stoke, yang mengenakan bucket hat saat timnya melawan Australia pada hari pertama Ashes, pekan lalu.
Hal tersebut menarik perhatian hampir sebanyak pertandingan itu sendiri. Topi tersebut, yang dikenal sebagai tifter, dijual dengan harga 25 poundsterling (sekitar Rp475 ribu). Di Twitter, topi tersebut dikenal sebagai Bucket Hat Ben.
Beberapa hari kemudian, penampilan Pharrell Williams di Pont Neuf di atas Seine sambil membungkuk setelah koleksi debutnya untuk Louis Vuitton dengan topi baseball yang pas di kepala, adalah kontras yang mencolok.
Ini mencerminkan pertarungan yang terjadi dari rumput Edgbaston hingga panggung Paris, dan di kota-kota di seluruh Inggris, bahwa dua gaya topi ini saling bersaing untuk melindungi kepala dan menaungi hidung di musim panas ini.
Ada juga pesepak bola andalan Manchester City, Jack Grealish, yang mengenakan bucket hatberpola setelah memenangkan treble winners bersama klubnya. Sementara di karpet merah tahun ini ada lebih dari satu setelan yang dipadukan dengan topi baseball. Misalnya pada Bad Bunny di Grammy Awards. Di John Lewis, penjualan topi baseball dan bucket hat meningkat 30% dibandingkan tahun lalu.
Baik bucket hat maupun topi baseball memiliki daya tariknya sendiri, dan pemakainya sering kali merasa sangat terikat dan melambangkan identitas mereka. Topi menjadi lebih dari sekadar aksesori, mereka adalah pernyataan gaya dan pilihan yang mencerminkan kepribadian dan keanggotaan dalam kelompok tertentu.
"Kita semua mengenal seseorang yang identik dengan topi bucket hat," kata Ben Phillips, Kepala e-commerce Drake’s seperti dikutip The Guardian.
"Setelah Anda menemukan topi yang cocok untuk Anda, Anda akan terus menggunakannya. Itu adalah kartu nama bagi mereka yang tahu," Phillips menegaskan.
Glastonbury, salah satu festival musik paling ikonik, akan menjadi saksi pertarungan gaya topi ini pada musim panas 2023. Festival ini akan menjadi ajang yang ideal untuk melihat gaya mana yang akan mendominasi. Apakah bucket hat akan menguasai dengan kepraktisannya yang klasik ataukah topi baseball dengan gaya yang sporty dan serbaguna?
Satu hal yang pasti, persaingan antara bucket hat dan topi baseball pada musim panas ini menunjukkan bahwa topi bukan hanya sekadar pelindung kepala, tetapi juga pernyataan gaya yang kuat.