SKOR.id – Gelandang Everton Dele Alli baru saja menyelesaikan masa rehabilitasi selama enam minggu akibat kecanduan obat tidur dan masalah kesehatan mental.
Rupanya pemain 27 tahun ini melakukan itu semua karena faktor pengalaman traumatisnya pada masa kecil.
Ia mengaku mengalami pelecehan seksual ketika berusia enam tahun. Hal itu diungkapkannya dalam wawancara dengan mantan pemain timnas Inggris, Gary Neville.
Dele Alli mengungkapkan pelecehan yang dia alami saat masih kecil sebelum dia diadopsi pada usia 12 tahun.
Mantan pemain Tottenham Hotspur ini mengatakan bahwa dirinya "disiksa" ketika berusia enam tahun, mulai merokok pada usia tujuh tahun, dan berurusan dengan obat-obatan pada usia delapan tahun.
Benar-benar kehidupan yang sangat keras bagi seorang anak kecil yang seharusnya lebih banyak bermain dan bergembira bersama teman-temannya.
Trauma pada anak memang dapat membekas dalam waktu yang lama, bahkan hingga seumur hidupnya.
Agar tidak terbawa hingga anak dewasa, peran orangtua dalam mendeteksi dan mengatasi trauma yang terjadi sangat penting dilakukan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan agar perasaan trauma yang terjadi bisa lebih baik adalah dengan mengatasi gejalanya.
Dengan demikian, anak dapat menghadapi perasaan takut yang dialami dan kembali seperti sedia kala.
Maka itu, penting untuk mengenali gejala trauma pada anak agar segera mendapatkan penanganan. Dikutip dari Halodoc, gejala-gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Mengalami PTSD yang Menimbulkan Pikiran Kematian
Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD juga termasuk gangguan trauma yang membahayakan.
Salah satu gejala yang dapat dialami oleh pengidap PTSD adalah berpikiran untuk mendapatkan kematian, bahkan terobsesi akan hal tersebut.
Cara mengatasi masalah ini adalah dengan mendorong anak mengungkapkan perasaannya secara terbuka. Biarkan anak paham bahwa yang dirasakannya adalah hal yang normal.
Meski begitu, tidak semua remaja nyaman bercerita dengan orangtuanya.
Cobalah mencari sosok lain yang dirasa nyaman untuk berbicara dengan anak. Sehingga, si anak dapat mengungkapkan apa yang selama ini dirasakannya.
2. Reaksi terhadap Trauma
Trauma rentan kambuh pada seseorang yang mengalaminya, terlebih jika berdekatan dengan pemicunya. Konsekuensi saat trauma terlalu sering kambuh dapat membahayakan.
Ingatlah jika anak bereaksi terhadap trauma dengan cara berbeda, bahkan perasaannya bisa pasang-surut.
Maka dari itu, jangan mendikte anak terkait segala hal yang dipikirkan atau dirasakannya.
Selain itu, sebaiknya orangtua tahu berbagai hal yang jadi penyebab terjadinya trauma.
Hindari sebisa mungkin penyebab tersebut agar kondisi ini tidak memicu kambuhnya trauma, atau dapatkan penanganan medis segera.
3. Perasaan Sedih yang Mendalam
Trauma dapat menimbulkan perasaan sedih yang bisa disebabkan oleh kehilangan seseorang atau sesuatu yang berharga.
Saat anak terlihat baik-baik saja, belum tentu perasaan sedihnya terlihat di kemudian hari. Bahkan perasaan sedih bisa tidak terlihat dalam 3-6 bulan setelahnya.
Orangtua perlu membiarkannya berduka untuk sementara atas perasaan kehilangan tersebut.
Berilah anak waktu untuk mengatasi perasaan sedihnya tersebut. Namun, batasi waktunya agar hal tersebut tidak berlarut-larut.
Setelah itu, dorong anak agar melakukan aktivitas yang disukai, tetapi tetap harus dikontrol dengan baik agar tidak berlebihan.
Bisa juga untuk mengajarkan anak latihan pernapasan sederhana agar tubuh lebih rileks dan perasaan sedih bisa memudar.
Perlu dipahami juga jika reaksi dari trauma yang terjadi sudah mengganggu anak untuk beraktivitas.
Atau, apabila gejalanya sudah makin buruk dari hari ke hari, ada baiknya untuk mendapatkan bantuan dari psikolog atau psikiater.
Jangan pernah menunda bantuan dari ahli medis agar anak dapat mengatasi perasaan trauma dan kembali normal.
Bisa jadi anak membutuhkan terapi atau konsumsi obat-obatan agar bisa menjadi lebih baik.
Nah, itulah tiga gejala trauma pada anak yang harus diwaspadai oleh orangtua dan cara penanganannya. Jika anak Anda mengalaminya, segera minta bantuan dari ahli medis.