- Adidas Rod Laver yang dirilis pada tahun 1970 masih diproduksi hingga saat ini.
- Sneaker tersebut merupakan pionir teknologi tinggi dalam dunia sepatu tenis.
- Rod Laver merupakan signature shoe kedua Adidas di tenis setelah Stan Smith.
SKOR.id – Kanvas memiliki tempat dan pasar tersendiri sebagai bahan sepatu kets (sneaker), khususnya tenis. Beberapa waktu berselang, giliran kulit yang menjadi primadona.
Namun, tidak ada produsen sepatu yang memakai suede – bagian dalam kulit hewan yang terdekat dengan daging, dan diproses berbeda dengan kulit – sampai Adidas melansir signature shoe untuk legenda tenis dunia Rod Laver pada 1970.
Bahan suede tersebut dipakai untuk bagian jari Adidas Rod Laver. Adapun outsole memakai bahan polyurethane yang juga masih teknologi baru kala itu, dengan bahan model jaring pada bagian atas.
Yang pasti, Adidas Rod Laver saat itu menjadi sepatu tenis pertama yang dibuat dengan teknologi terbaru pada masanya. Mereka yang mencari sneaker tenis dengan teknologi nomor satu kala itu, pasti akan mencari Adidas Rod Laver.
Adidas Rod Laver bisa dibilang sepatu tenis kedua pabrikan asal Jerman itu, setelah Adidas Robert Haillet (dilansir pada 1965) yang lantas menjadi Adidas Stan Smith sejak 1978.
Stan Smith dan Rod Laver adalah dua petenis putra hebat pada era 1960-an sampai 1970-an. Smith adalah pemenang dua Grand Slam: Wimbledon 1972 dan US Open 1971.
Laver hingga kini menjadi satu-satunya petenis tunggal di dunia (putra atau putri) yang mampu menyapu bersih empat Grand Slam (Australian Open, French Open, Wimbledon, US Open) dalam semusim selama dua kali: 1962 dan 1969. Total, 11 gelar Grand Slam direbut pria yang kini berusia 84 tahun tersebut.
Melihat torehan dan prestasinya, tidak heran bila Adidas kemudian meng-endorse keduanya sebagai ujung tombak penjualan sepatu tenis. Apalagi, di era 1970-an itu Adidas ingin melakukan ekspansi sepatu tenis, khususnya di Amerika Serikat (AS).
“Tim dari Adidas saat itu ingin menciptakan semacam ‘General Motors’ di sepatu dengan memperbanyak model signature shoe untuk pasar AS. Karena itulah Horst Dassler (bos Adidas kala itu) meminta saya dan Stan Smith bergabung di proyeknya,” ucap Lavere, mengenang.
Laver menyebut bila pengesahan kerja samanya dengan Adidas diresmikan di Grand Slam French Open pada akhir 1960-an. Namun, saat itu Laver memberikan sejumlah masukan untuk Adidas.
“Saya merasa desain sepatu tenis biasa bisa diperbaiki. Bagian atas kanvas menderita jika dipakai di lapangan tanah liat. Tanah liat akan menempel pada sepatu dan cepat berubah warna,” tutur Laver kala itu.
“Saya menyarankan pemakaian bahan antilengket seperti jaring nilon akan meningkatkan kinerja dan penampilan harian sepatu olahraga. Itulah asal usul dari model Adidas Rod Laver.”
Dengan menambahkan ukuran lebar dan jaring nilon, Laver mengatakan sepatu bakal lebih nyaman dan dinamis. Jala yang ringan, terutama dibandingkan dengan kulit yang lebih keras pada masa itu, menambah desainnya. “Jala nilon adalah Coke baru kala itu,” ucapnya.
Selama lebih dari 50 tahun berikutnya, Adidas Rod Laver memperluas varian warna dan materialnya agar terlihat di dalam dan di luar lapangan.
“Sepatu olahraga menjadi semacam penegasan. Saya bangga sepatu tenis retro masih diminati oleh anak muda. Saya kira semua mode bersifat siklus, tapi saya cukup yakin kita tidak akan melihat raket kayu menikmati kebangkitan yang sama (seperti sneaker),” kata Laver.
Di sejumlah ritel terkemuka saat ini paling tidak ada delapan varian Adidas Rod Laver dengan banderol dan bahan yang berbeda.