- NPC Indonesia menggelar pelatnas virtual sejak 2 Juni hingga akhir Desember mendatang.
- Setiap bulan semua atlet pelatnas NPC Indonesia dapat subsidi kuota internet Rp300 ribu.
- Subsidi yang dikirim NPC Indonesia langsung berupa kuota internet, bukan transfer uang.
SKOR.id – Sejak 2 Juni lalu hingga akhir Desember 2020, Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia menggelar program pemusatan latihan nasional (pelatnas) jarak jauh secara virtual.
Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi para atlet penyandang disabilitas pelatnas NPC Indonesia agar kondisinya tidak drop selama dipulangkan ke daerahnya masing-masing.
Latihan online atau dalam jaringan (daring) ini juga terkait pandemi Covid-19 sehingga program pelatnas di Kota Solo gagal kembali dilakukan setelah sederet ajang dibatalkan atau diundur.
Pelatnas NPC Indonesia untuk persiapan ASEAN Paragames (APG) 2020 Filipina dan Paralimpiade 2020 di Tokyo sudah dihentikan dan atlet dipulangkan sejak akhir Maret lalu.
Berita Olahraga Lainnya: Angkat Besi Terancam Dicoret dari Olimpiade, Ini Tanggapan Angkat Besi Indonesia
Ini karena memang APG 2020 resmi ditiadakan tahun ini. Sementara Paralimpiade diundur hingga tahun depan, 24 Agustus hingga 5 September 2021.
Guna memudahkan para atlet melakukan program latihan virtual, NPC Indonesia memberikan subsidi kuota internet. Hal ini diungkapkan Wakil Sekretasis Jenderal NPC Indonesia Rima Ferdianto.
“Untuk kebutuhan kuota internet memang cukup besar guna menjalani pelatnas jarak jauh ini. Mungkin dengan menggunakan aplikasi Zoom, sekali pertemuan bisa sampai 1 GB,” ujarnya.
“Oleh karenanya, kami sedang mengupayakan subsidi paket data senilai Rp300 ribu setiap bulan,” Rima Ferdianto menambahkan.
Dia menjelaskan bahwa paket internet ini dikirim langsung ke nomor ponsel semua atlet pelatnas NPC Indonesia. “Jadi bukan ditransfer berupa uang melainkan langsung kuota internet,” ucap Rima.
Sebelumnya, Rima Ferdianto menjelaskan ada sejumlah kendala yang sempat ditemui NPC Indonesia dan para atlet, Namun lebih kepada hal non teknis.
Problem yang ditemua misalnya pada atlet penyandang tuna netra yang harus beradaptasi dengan bantuan keluarga atau kerabatnya dalam mengoperasikan aplikasi untuk latihan virtual.
Berita Olahraga Lainnya: Panitia Minta Dukungan untuk Menyederhanakan Gelaran Olimpiade 2020
“Untuk atlet tuna netra, dibantu oleh asisten yang tidak hanya berasal dari keluarga namun juga sosok lain yang memang bisa membantu,” kata Rima Ferdianto lagi.
Kendala lain adalah perbedaan Waktu Indonesia Timur (WIT) dengan Indonesia Barat (WIB). Namun permasalahan ini juga bisa diatasi.
Caranya, atlet di kawasan WIT mengirim dokumentasi latihannya kepada pelatih. Selain itu, masalah sinyal juga dihadapi atlet yang tinggal jauh dari layanan operator seluler.
“Ada atlet dari Lombok juga Papua yang tempat tinggalnya tidak ada sinyal (seluler). Akhirnya mereka merekam sendiri latihannya lalu pergi ke kota untuk mengirimkannya ke pelatih,” ucap Rima.