- Kurnia Sandy, mantan kiper timnas Indonesia, mengungkapkan permasalahan dalam profesinya sebagai pelatih penjaga gawang.
- Kurnia Sandy menyebut ada pelatih asing yang bisa masuk ke Indonesia dengan membawa lisensi kepelatihan tidak jelas.
- Kejanggalan itu dilihat Kurnia Sandy dalam Daftar Susunan Pemain (DSP) pada tiga laga awal Liga 1 2021-2022.
SKOR.id - Pelatih kiper timnas putri Indonesia, Kurnia Sandy, membuka tabir yang terjadi di dunia kepelatihan Indonesia.
Mantan penjaga gawang timnas Indonesia, Kurnia Sandy, berbincang dengan Skor.id terkait keresahannya sebagai pelatih kiper.
Kurnia Sandy menilai penghargaan yang diberikan kepada pelatih penjaga gawang tak sesuai dengan pengorbanan yang diberikan.
Belum lagi kehadiran pelatih asing dengan lisensi siluman yang meresahkan batin Kurnia Sandy beserta rekan-rekan pelatih kiper.
Lisensi siluman maksudnya lisensi yang tidak jelas dan tidak memenuhi standar regulasi PSSI namun tetap didaftarkan oleh manajemen klub.
Kurnia Sandy juga mencontohkan tiga laga pertama Liga 1 2021-2022 yang diwarnai kejanggalan pada posisi pelatih penjaga gawang di beberapa tim.
Berikut petikan wawancara eksklusif Skor.id dengan Kurnia Sandy:
Untuk mengambil lisensi pelatih kiper itu bagaimana prosesnya?
Untuk lisensi pelatih level 1 itu setidaknya harus punya sertifikat C AFC atau C Diploma. Lanjutannya ke level 2, harus punya lisensi B AFC. Untuk level 3 harus punya lisensi A AFC. Untuk sekarang namanya masih level 1, 2, dan 3.
Minimal untuk pelatih penjaga gawang di Liga 1 sudah harus punya level 1 atau C AFC. Di Indonesia sertifikat level 1 pelatih penjaga gawang baru dibuat 2019. Sebenarnya untuk standar Liga 1 seperti di Malaysia, standarnya sudah B (AFC) dan level 2. Jadi di Indonesia sudah sangat terlambat untuk sertifikasi pelatih kiper ini.
Sampai sekarang ini baru ada sekitar 40 pelatih yang punya lisensi level 1 atau C AFC. Yang level 2 baru ujian kemarin ada satu orang. Yang level 3 baru saya saja.
Soal pernyataan Anda tentang kejanggalan pelatih kiper di Liga 1 2021-2022 itu bagaimana?
Kemarin saya mengkritisinya begini, banyak pelatih kiper asing yang masuk ke Indonesia tapi tidak jelas sertifikasinya. Itu yang saya herankan kenapa mereka bisa masuk ke Indonesia. Tugasnya federasi dan PT LIB untuk memverifikasi mereka.
Di DSP (Daftar Susunan Pemain) Bali United mungkin bisa dilihat sendiri, kita tahu Teco (Stefano Cugurra) saat di Liga Champions Asia kan tidak bisa didaftarkan. Itu berarti lisensi dia bermasalah atau enggak layak, enggak diakui. Sekarang ditambah lagi, ada pelatih kiper yang baru masuk dari Brasil (Marcelo da Silva Pires). Dia masuk DSP sebagai penerjemah.
Logikanya begini, dia orang yang baru pertama masuk ke Indonesia. Dia jabatannya penerjemah, yang diterjemahkan dari bahasa apa ke bahasa apa? Teco kan sudah lama di Indonesia, dia sudah bisa bahasa Indonesia. Jadi apa yang perlu diterjemahkan?
Itu satu, kemudian di DSP Persipura, dari head coach masih okelah. Tapi kenapa pelatih kiper (Fison Merauje) di situ ditulis sebagai kitman? Bagi saya itu pelecehan dari profesi pelatih penjaga gawang. Dan itu di Liga 1, lho. Liga Super kalau di luar.
Penghargaan terhadap pelatih penjaga gawang kan tidak ada, tidak diakui. Makanya di sini saya bersuara karena selama ini kami (pelatih penjaga gawang) ini dipinggirkan. Tidak dianggap penting di dalam sebuah tim.
Saya juga mengajak pelatih kiper yang sudah berlisensi, untuk mempertahankan lisensi mereka. Jangan sampai lisensi mereka dipinjam oleh klub, dan yang kerja hanya lisensinya saja sementara orangnya enggak.
Maksudnya hanya lisensinya saja yang bekerja bagaimana?
Ada salah satu klub yang terang-terangan mencari pelatih kiper yang berlisensi, hanya untuk dipinjam lisensinya. Kan itu kurang ajar sekali.
Jadi begini, di klub itu sebenarnya sudah punya pelatih kiper, tapi pelatih kipernya tidak punya lisensi. Solusinya mereka yang enggak benar itu, mereka pinjam nama dari pelatih yang berlisensi untuk didaftarkan ke kompetisi tapi orangnya enggak kerja di situ. Yang kerja pelatih kiper yang lama.
Kami ingin mengubah cara-cara yang seperti ini. Supaya pelatih kiper lebih dihargai dan kami bisa mendapatkan tempat di Liga Indonesia.
Kalau dari pengamatan Anda, kenapa pelatih kiper asing banyak masuk ke Indonesia? Apakah pelatih kiper Indonesia dinilai kurang bisa bersaing?
Kalau dibilang tidak bisa bersaing, saya tidak setuju. Tapi ini pendapat saya saja, ini mungkin permainan dari agen. Atau bisa juga oknum manajemen klub.
Kan logikanya begini, semakin banyak pelatih asing atau pemain asing yang masuk ke Indonesia, otomatis fee-nya makin banyak. Jadi gambaran kasarnya seperti itu.
Apakah hal semacam ini, seperti kejanggalan di DSP dan invasi pelatih kiper asing baru sekali ini terjadi?
Sebenarnya sudah beberapa kali terjadi, cuma yang dulu itu karena kita tidak punya sertifikasi level satu. Jadi kami tidak bisa apa-apa. Regulasinya juga tidak jelas.
Sekarang semua tim di Asia bahkan dunia sekalipun, untuk masuk ke coaching staff kan perlu lisensi. Itu juga harus jelas. Misalnya pelatih kepala harus (lisensi) A Pro, ya harus A Pro enggak bisa direkayasa. Asisten pelatih harus A, pelatih penjaga gawang harus minimal level 1, misalnya. Bahkan fisioterapis pun harus punya lisensi, pelatih fisik juga. Dokter tim pun begitu.
Bicara soal regulasi, bagaimana peraturan tentang lisensi pelatih kiper di Indonesia?
Regulasi di Indonesia kurang bisa dijalankan dengan tegas. Masih banyak toleransi, itu kan tidak bagus. Kalau aturan ya harus dijalani, dipatuhi. Jangan kalau ada aturan terus dibohongi, diakali.
Lalu bagaimana nasib 40 pelatih kiper yang sudah memegang lisensi level 1 itu? Apakah terdampak dengan kehadiran pelatih kiper asing?
Pastilah. Yang seharusnya rekan-rekan sudah mendapatkan tempat di tim Liga 1, tapi karena datangnya pelatih asing jadi terpinggirkan. Kan itu menutup peluang teman-teman yang sudah bersertifikat.
Sebagian (pelatih kiper lokal berlisensi) ada di Liga 1, ada satu-dua di Liga 2, banyak juga yang terjunnya ke akademi. Kan enggak sepantasnya mereka ada di level seperti itu, seharusnya mereka sudah ada di level tertinggi, Liga 1.
Saya tidak anti dengan pelatih asing. Tapi kan pelatih asing seharusnya memberikan contoh. Jangan mereka masuk ke liga kita dengan segala cara mengakali regulasi supaya bisa masuk. Sekarang kan terbukti mereka tidak bisa lolos verifikasi club licensing.
Harapan Anda tentang polemik ini seperti apa? Apakah mengharapkan ketegasan PSSI atau kesadaran dari klub?
Dua-duanya. Yang pertama, PSSI harus menerapkan aturan dan regulasi yang jelas. Yang kedua klubnya juga harus sadar diri. Sekarang kan terbukti sudah banyak klub, karena mereka tidak lolos verifikasi club licensing, mereka kelabakan mencari pelatih kiper berlisensi.
Apakah sudah ada langkah konkret yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan ini?
Saya sih sudah coba kemukakan ke federasi lewat coaching development. Ya begitulah, masih nunggu-nunggu begitu. Seharusnya PSSI sudah dengar isu ini, karena kami sudah bersuara. Tapi bersuaranya masih sebatas di media sosial. Supaya orang-orang tahu ini yang terjadi di sepak bola Indonesia.
View this post on Instagram
Berita Wawancara Eksklusif Lainnya: