- Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, pastikan filosofi sepak bola Indonesia tak akan hilang dengan kedatangan Shin Tae-yong.
- Menurutnya, kekalahan beruntun timnas Indonesia U-19 di Thailand jadi bahan evaluasi untuk program selanjutnya.
- PSSI disebutnya sangat fokus dengan pembinaan sepak bola usia muda, karena dari sinilah masa depan akan dituai.
SKOR.id – “Untuk bisa maju itu ada tiga kuncinya, youth development, coach educations, dan youth competitions,” kata Danurwindo, melalui sambungan telepon.
Pada Selasa (28/1/2020) malam itu, Skor.id sengaja mengontak Danurwindo untuk mengonfirmasi isu bakal hilangnya Filanesia, setelah kedatangan Shin Tae-yong.
Tak dinyana, obrolan dengan Direktur Teknik PSSI ini jadi panjang dan lebar. Sejumlah hal ia ungkapkan terkait proyek jangka panjang PSSI untuk sepak bola Indonesia.
Dalam obrolan selama 31 menit 27 detik itu, hal-hal mendasar ia ungkapkan. Salah satunya, Indonesia juga harus fokus menciptakan pelatih-pelatih berkualitas.
Bagaimana dengan timnas senior? “Saya yakin, semua pelatih (klub) juga sekarang sedang berpikir semua,” ia memberi sedikit gambaran.
Seperti apa obrolan santai tapi serius tersebut, termasuk soal medali emas SEA Games 1991 dan program Garuda Select? Berikut petikan wawancaranya:
Apakah kedatangan Shin Tae-yong akan hilangkan Filanesia?
Filanesia itu dibangun supaya kuat fondasinya ke atas, untuk tim 16, tim 19, tim 23, karena nantinya pelatih-pelatih tim senior akan melatih sesuai kemampuan pemain yang ada.
Enggak bisa saya bilang nanti mesti latihan begini. Dia enggak akan memaksakan. Dia begitu datang akan lihat, apa kekurangannya, apa kelebihannya.
Jadi, Filanesia sebenarnya adalah pembinaan untuk pemain usia muda. Cara bermain sehingga kuat pondasinya saat main pada usia atas nanti.
Apakah Shin Tae-yong akan buat sepak bola Indonesia berkiblat ke Korea Selatan?
Enggak, enggak, enggak ada.
Sebenarnya kalau mau dibilang, di FIFA sendiri bilang, Anda jangan ngopi permainan Anda dengan negara lain.
Tapi kebetulan kan pelatihnya Korea. Pelatih Korea mungkin harus menyesuaikan dengan kemampuan dan situasi tim itu sendiri. Jadi seperti itu. Nanti kalau datang pelatih dari Arab, nanti mainnya ke Arab-araban. Tidak.
Itu pelatihnya datang lihat pemain, dan pelatih ini umur 20 tahun, karena kebetulan ada Piala Dunia U-20 2021 kan. Jatuhnya ke seniornya nanti. Kalau dari muda sudah kuat, bangun dari bawah, penetrasinya bagus, entar yang di atas juga hasilnya lebih bagus.
Tapi, tiap negara itu punya culture masing-masing. Umpamanya begini, kebetulan pelatihnya Shin Tae-yong, kalau pelatihnya (Jose) Mourinho, kan dia akan lihat pemain juga.
Saya kalau main begini bisa tidak. Sama, Shin Tae-yong juga begitu. Dia lihat pemain Indonesia skill-nya bagus, tapi apa bisa pakai strategi dia?
Yang dikhawatirkan karakter Indonesianya hilang...
Mungkin orang belum paham. Justru, harus diberi pemahaman. Justru Filanesia itu untuk membangun fondasi yang diberikan pada kelompok umur usia muda.
Apa sebenarnya Filanesia? Oke, ada build up, tapi sebenarnya belajar teknik, taktik, secara bisa mainkan build up, penetrasi. Seperti itu.
Sekarang kita lihat timnas U-16 yang sama Bima Sakti, kan terus dievaluasi, karena semua taktik permainan harus terus dievaluasi, di-update terus. Tidak mungkin berhenti. Harus terus ada yang diperbaiki supaya sempurna.
Tapi, tetap dia karakteristik orang Indoensia. National football Philosophy itu bukan copy. Bukan copy dari negara lain, karena negara Anda itu punya karakteristik. Itu harus disesuaikan dengan cara main.
Artinya ada up to date. Kan sepak bola terus berubah, berkembang, jadi tidak mati, tidak kaku. Tapi yang pasti akan main dengan kelebihan-kelebihan orang Indonesia, karakter orang Indonesia.
Misalkan begini. Main bagus, tapi fisiknya kurang, fisiknya saya tambah. Cara mainnya ya tetap.
Berarti akan ada upgrade Filanesia?
Ada terus. Karena sepak bola terus berkembang, karena di dalam Filanesia itu termasuk kita ikuti tren yang sekarang ini.
Tapi, nanti mungkin lima tahun, mungkin akan ada perubahan, di samping kita tetap pakai karakteristik kita. Karena karakteristik kita is karakteristik.
Tetapi juga, dunia modern bagaimana mainnya? Artinya, kita juga harus lihat ke depan, lihat tim-tim hebat. Yang mana bisa kita adopsi tapi karakteristiknya tetap jalan.
Makanya kembali lagi, mau Filanesia, lantas main kayak Jepang, kayak Spanyol, tapi kalau pelatihnya yang menjalankan tidak punya kemampuan, mau bagaimana?
Makanya kita tidak kerja melulu bagaimana cara bermain, tapi cara melatih juga yang benar.
Makanya saya bilang, kita sudah punya Filanesia, karakter sepak bola Indonesia, kita harus cari pelatih yang bisa menjalankan metode itu. Makanya kita buat scores yang quality.
Shin Tae-yong cocok dengan Filanesia?
Loh, kita misalkan main dengan Filanesia 4-3-3, nanti lawannya bagus, apakah bisa diubah skemanya? Bisa. Bukannya mati. Formasinya berubah, tetapi cara mainnya tetap gaya orang Indonesia. Kadang-kadang memang harus dijelaskan. Artinya kan selama hampir dua tahun ini banyak follower-nya.
Tapi kalah terus ini timnas Indonesia U-19 dalam latih tanding di Thailand...
Kalau saya, justru kita lihat dengan kekalahan ini untuk kebaikan. Apa kekurangan-kekurangan kita. Kan jelas itu, kelihatan.
Memang lebih bagus ada menangnya. Tapi, dari kalah ini kita jadi punya nilai plusnya. Nilai plusnya kita lawan tim-tim Korea, kalah terus berarti kita harus main yang bisa buat kita tidak kalah.
Tapi, kalau saya, main cara Korea pasti saya kesulitan, tapi saya harus bisa mainkan kelebihan-kelebihan kita.
Kalau menurut saya, main bola bukan lihat fisik, teknik, tapi lihat keseluruhan. Lihat performance. Itu yang paling penting.
Bukan kalah main bola itu karena Anda kalah teknik, kalah fisik, ya kalah performance. Performa itu di dalamnya komplet, ada teknik, ada taktik, ada fisik, ada mental.
Itu namanya performance. Itu yang dimainkan dalam sepak bola dua kali 45 menit. Dianalisislah kekurangan-kekurangan yang ada.
Tapi kan orang mikirnya, pelatih baru masa kalah melulu...
Ini pelatih jadi harapan tapi kok malah kalah melulu. Kalau menurut saya, ini sekarang jadi tahu kita kekurangan-kekurangannya.
Saya belum lihat video rekaman pertandingannya. Nanti akan coba saya lihat. Kita juga kan mainnya bukan lawan U-19, ini lawan tim senior. Harusnya juga lawan yang U-19. Lawan tim Korea juga lawan yang U-19.
Kayak 1991, kalah terus persiapan tapi juara SEA Games...
Betul, tapi ya nggak kalah terus, ada menangnya juga. Artinya, habis kalah terus menang. Berarti ada perbaikan tuh. Kecuali kalah terus-terusan, berarti nggak ada perbaikan.
Perbaikan bisa dilihat dari performance, juga bisa dari hasil.
Untuk tim senior bagaimana?
Untuk tim senior nantilah. Mungkin begitu pulang (dari Thailand) didiskusikan lagi. Karena begitu pulang, kami ingin tahu perkembangan tim seperti apa.
Kalau saya melihatnya ini kan sedang persiapan (kompetisi). Persiapan is persiapan. Saya yakin, semua pelatih juga sekarang sedang berpikir semua.
Karakter Shin Tae-yong ini lebih disiplin dengan fisik?
Itu yang saya belum tahu. Saya akan tahu kalau sudah ngomong, sudah bicara. Kalau saya sendiri tidak bisa menyimpulkan.
Tapi, sepak bola sekarang kan fisiknya harus bagus, tekniknya harus bagus, taktiknya juga harus bagus.
Bagaimana dengan football intelligence pemain Indonesia?
Apa itu football intelligence? Kalau dalam sepak bola, pemain sekarang itu harus punya semua. Ya punya conditioning, punya teknik, tapi yang paling penting punya intelegensia.
Apa itu? Pemain yang bisa ambil keputusan, baca main, aksi dengan cepat. Jadi, keputusan dia dalam waktu yang tepat dan berkesinambungan.
Jadi, sekarang itu dalam sepak bola yang terpenting adalah intelegensia.
Semua bagus tapi kalau tidak punya keputusan, apa yang akan kita lakukan dengan bola itu, ya hilang. Kapan kita control ke kanan, ke kiri. Itu harus sudah dibuat sebelum kita terima bola.
Jadi, sekarang itu sebelum terima bola sudah tahu akan diapakan. Dengan pemikiran yang cepat. Itu kan nggak bisa dipelari dengan begitu saja.
Di Filanesia kita juga ajarkan yang begitu. Namanya first touch. Sentuhan pertama. Artinya, sentuhan pertama kita sudah tahu ke mana ingin main. Kalau dulu, terima bola baru berpikir mau dikemanakan bolanya.
Ada kritik, program Garuda Select tidak sesuai, karena nantinya pemain akan tetap main di Indonesia, bukan di Eropa...
Ini Garuda Select yang dikirim ke sana (Inggris) bukan tim nasional. Itu saja. Dia nanti bisa menjadi pemain tim nasional. Tergantung. Tapi ini kan dia di sana belajar.
Mengenai nantinya jadi tim nasional kan yang the best. Dia belajar karena perjalanan dia panjang.
Ini kan pemain-pemain yang dianggap terbaik dari Elite Pro Academy, diberikan kesempatan berlatih di luar negeri.
Nantinya masuk tim nasional atau tidak ya akan dilihat lagi. Mungkin dari dia semua, mungkin juga enggak.
Sebenarnya, yang kita mau, kompetisi usia muda kita kayak Garuda Select yang main di sana. Kompetisinya kita pindahkan ke sini.
Tim nasional bakal bagus kalau kompetisinya bagus. Begitu maksudnya?
Oke. Oke. Kejar terus. Kompetisi bagus, yang bagus tuh yang bagaimana? Kejar lagi terus, kompetisi yang bagus siapa yang main? Pemain terbaik kan.
Tapi, kejar lagi, apakah pemain terbaik itu lahir tiba-tiba? Tidak. Dari mana? Dari bawah. Dari umur 9-10 tahun.
Terus, siapa yang buat bagus? Pelatih. Tentu pelatih yang punya knowledge. Dari mana dia? Dari kursus kepelatihan.
Oleh karena itu, untuk buat tim nasional prosesnya panjang dan orang harus ketahui itu semua. Kalau cuma dari kompetisi yang bagus, tahu nggak bikin kompetisi yang bagus itu bagaimana?
TC jangka pendek atau jangka panjang?
Kalau di luar negeri kenapa persiapan cuma lima hari, kita berminggu-minggu. Kenapa jangka panjang? Karena pemain kita kualitasnya tidak seperti di sana.
Kejar lagi? Kok di sana kualitasnya bagus? Karena dipersiapkan dari usia muda. Pelatihnya dari usia muda sudah bagus. Kompetisinya reguler. Anda cari pemain nasional gampang.
Kalau kita mau bagus, ya kita perbaiki kualitas pemain-pemain usia muda yang bakal jadi cikal bakal nanti. Itu perlu jangka panjang, tidak bisa seperti membalikkan tangan.
Itu yang dilakukan negara-negara yang maju sepak bolanya, yang tampil di Piala Dunia.
Apa sih pembinaan usia muda?
Namanya pembinaan usia muda, ya kita harus belajar. Ini saya kasih tahu. Ada teks di dalam sepak bola, talent is not in up, make desire and intelligent.
Dengan talenta saja Anda tidak cukup untuk jadi pemain besar. Dengan talenta tinggi tidak cukup, karena harus kerja keras dan cerdas dalam bermain.
Cerdas itu kan pemain yang bisa membaca permainan dan cepat membuat keputusan pada waktu yang tepat dengan aksi yang tepat. Ini harus dilatih dari muda.
Untuk sampai ke sana butuh pelatih yang mengerti itu. Pelatih yang punya kualitas. Yang perlu kita tingkatkan sekarang, pelatih-pelatih usia muda yang mengerti latihan kelompok umurnya.
Contohnya?
Ini pengalaman saya waktu kemarin di Deportivo Alaves di Spanyol. Saya lihat umur 12-13 tahun, latihannya luar biasa dan yang melatihnya bagus-bagus.
Jadi, pada umur 12-13 sudah tahu prinsip-prinsip bermain. Jadi, kalau dilatih terus jadi kebiasaan. Kebiasaan yang dibawa terus sampai nanti usia dewasa.
Di sana dia latihan, ada kompetisinya. Setiap akhir pekan kompetisinya. Jadi cari pemain itu gampang. Jadi, itulah proses untuk mencari pemain masa depan.
Baca Juga: Timnas U-16 Nirbobol dalam Laga Trofeo di Sidoarjo
Baca Juga: Ini Karakter Pemain Idaman Shin Tae-yong di Timnas Indonesia U-19
Baca Juga: Karakter Main Timnas U-16 Berkiblat ke Korea Selatan
Ini yang jadi landasan Elite Pro Academy?
Elite Pro Academy ini baru dua tahun. Nanti 5-10 tahun yang akan datang lihat hasilnya. Artinya, Elite Pro Academy yang sekarang itu jangan dilihat namanya.
Pemain-pemain itu cikal bakal pemain di klubnya. Mungkin selanjutnya mulai nutrisi yang bagus. Baru nanti didapat pemain yang istilahnya players for tomorrow.
Panjang ya prosesnya untuk bisa bersaing...
Ya namanya itu proses. Di negara mana pun yang sepak bolanya modern juga buat seperti itu.
Sekarang begini, di Jepang yang kita tonton sekarang, kalau di Asia kan nomor satu. Itu dia main begitu gimana caranya?
Saya kebetulan baca di buku kurikulum sepak bola Australia. Itu buku dibuat tahun 2017. Dia bilang, lihat itu di Jepang dia buat namanya Turbo Development. Program ini dia buat dari 25 tahun yang lalu.
Apa sih yang dibuat? Ya itu development. Dibuat dari youth development, coach educations, dan youth competitions.
Itu sebagai ujung tombak. Kalau itu dibuat, dampaknya, efeknya, pengaruhnya besar. Sekarang kita lihat bagaimana penampilan Jepang.
View this post on Instagram