- Egy pernah dikecewakan, ditipu, juga mendapat janji manis palsu.
- Anak Asam Kumbang ini sempat mutung dari sepak bola.
- Bangkit atau kalah sama sekali, jadi salah satu prinsip hidupnya.
SKOR.id – Jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, jatuh lagi, dan bangun lagi. Begitu seterusnya. Tak ada istilah menyerah dalam kamus hidupnya.
Begitulah Egy Maulana Vikri menjalani karier sepak bolanya. Sejak masih belia, sudah banyak aral yang melintang dan mengadah. Namun Egy Maulana Vikri tak patah arang.
Memiliki gen sepak bola dari bapaknya, Syarifudin, jiwa pantang menyerah turut mengaliri darahnya. Sedang ibunya, Aspiyah, menularkan mental petarung.
Lahir dari keluarga sederhana di daerah Asam Kumbang, Medan Selayang, Medan, Egy Maulana Vikri tumbuh menjadi bocah berpendirian kuat. Berjiwa sepak bola.
Bakat alamiah Egy Maulana Vikri ini lantas memikat banyak orang. Sejumlah pencari bakat mendatanginya dan menjual janji. Meninabobokan. Menjual bualan awan.
Bosan dengan janji-janji palsu, Egy diserang frustrasi. Ia marah pada diri sendiri dan realitas hidup, bahwa banyak pembual di dunia sepak bola.
Egy pun mutung. Ngambek. Ia tak ingin lagi bersentuhan dengan sepak bola. Egy belia mulai berpikir untuk menekuni hal lain. Bukan sepak bola. Ayahnya pun mendukung.
Namun, mutung Egy tak berlangsung lama. Hanya seminggu saja. Jiwa mudanya memberontak keras. Sepak bola sungguh tak bisa ia tinggalkan.
Baca Juga: Egy Maulana Vikri Resmi Gabung Skor.id
Anak kelahiran 7 Juli 2000 itu pun kembali ke lapangan sepak bola. Tapi, ia sudah kebal dengan iming-iming dan tawaran menggiurkan. Egy menolak jadi komoditi.
Hingga, Subagja Suihan datang. Lelaki yang kini menjadi ayah angkat Egy ini datang ke rumah Egy di Asam Kumbang dengan tawaran menggiurkan.
Awalnya, karena sudah muak dengan janji-janji palsu, Egy dan sang ayah tak percaya dengan Subagja. Tetapi, Subagja ternyata sangat serius dan cenderung nekat.
Baca Juga: Cetak Hat-trick, Cristiano Ronaldo Makin Ungguli Lionel Messi
Untuk meyakinkan keluarga Egy, Subagja sampai mendatangi sekolah Egy meminta izin. Termasuk juga mendatangkan Firman Utina, sebagai penguat argumen.
Egy pun luluh. Ia bersedia dibawa Subagja ke Jakarta. Petualangan besar pertamanya di Jakarta, seleksi timnas Indonesia U-14, yang ketika itu ditangani Mundari Karya.
"Awalnya masih mikir, benar enggak, benar enggak, tapi lama-lama ya percaya juga. Saat berangkat ke Jakarta saya percaya dapat kesempatan. Jadi tidak saya sia-siain," kata Egy kepada Skor.id.
Selama di Jakarta, Egy terus berlatih dengan gigih. Tekadnya hanya satu, menjadi pesepak bola andal dan terkemuka. Namun, pukulan demi pukulan terus menghampiri.
Salah satunya, Egy batal tampil bersama timnas Indonesia U-15 dalam Piala AFF U-15 2014. Pasalnya, PSSI dibekukan pemerintah dan FIFA lantas menjatuhkan embargo.
Egy sangat sedih. Untuk kesekian kalinya ia terpukul dan jatuh. Egy down. Tapi sejurus kemudian dia bangkit. Kegagalan harus dibalas dengan kerja lebih keras.
"Intinya itu, tidak ada mikir mau jadi dokter, polisi dan segala macam. Saya ingin jadi pemain sepak bola, pengen main di timnas. Itu target saya dari kecil," ucapnya.
"Saya tahu tidak bakal gampang, tapi mau tidak mau ketika saya dapat kesempatan, jadi harus saya manfaatkan sebaik mungkin," ia menambahkan dengan intonasi tegas. Sambil mengucap itu, tatapannya dalam seperti menerawang.
Pernah pula, ia dihantam cedera, yang mengharuskannya tak membela timnas Indonesia U-19 dalam fase krusial. Sedih pun menerjang dengan kencang.
"Sampai sekarang saya masih sering merasa down. Ya, itu menurut saya wajar, pemain sepak bola merasakan down. Kalau menurut saya, cara mengatasinya ingat target utama saja," beber Egy.
"Target kita apa sampai saat ini, sampai kita diberi kesempatan sekarang ini. Terus, yang mendukung kita banyak, yang mati-matian kerja keras sama kita itu banyak, orang tua apalagi selalu dukung kita. Kalau menyerah sekarang ya kerja keras yang kemarin-kemarin rasanya sia-sia," tambah pemain yang pernah merasakan juara Liga 3 bersama Persab Brebes itu.
Bagi Egy, bangkit dan selalu optimistis kudu jadi jalan hidup atau nama tengah. "Ya jadi, mau tidak mau harus bangkit atau kalah sama sekali. Jadi, saya lebih memilih bangkit walaupun susah, tapi saya akan mencobanya," pungkas pemain yang kini memperkuat Lechia Gdansk itu.