- Pertamina Mandalika International Street Circuit, tuan rumah World Superbike (WSBK) Indonesia sangat menantang pembalap.
- Tidak hanya teknis, tingginya suhu udara dan kelembaban di Mandalika juga menjadi momok bagi para rider.
- Sejumlah pembalap mengaku mengalami penurunan bobot tubuhnya.
SKOR.id – Cuaca bisa menjadi tantangan yang harus ditaklukkan para pembalap yang turun di Kejuaraan Dunia World Superbike (WSBK). Namun, kondisi Pertamina Mandalika International Street Circuit selaku tuan rumah WSBK Indonesia, menambah berat tantangan tersebut.
Panas dan tingginya kelembaban menjadi tantangan tersendiri bagi para pembalap yang turun pada putaran kedua WSBK 2023 tersebut. Suhu udara bisa melebihi 30 derajat Celsius (86 derajat Fahrenheit), belum lagi kelembaban di Pulau Lombok yang juga tinggi.
Jumat (3/3/2023) kemarin, suhu udara menembus 33 derajat Celsius dengan kelembaban mencapai 54% yang tercatat pada sesi latihan bebas (Free Practice/FP) 2.
Pada Sabtu (4/3/2023), suhu tertinggi yang tercatat adalah 31 derajat Celsius dan kondisi itu terjadi saat sesi Superpole (kualifikasi). Suhu saat Race 1 hanya turun satu derajat. Kelembaban di kedua sesi tersebut mencapai 60%.
“Saya berharap tidak terlalu panas lagi karena jika itu terjadi, pembalap lain akan marah kepada saya!” ucap juara dunia Alvaro Bautista (Aruba.it Racing – Ducati) pada Jumat.
“Normalnya, Anda bisa kehilangan dua atau tiga kilogram (dari bobot tubuh). Tetapi semua itu hanya air. Karenanya, Anda pasti akan merasakan sangat dehidrasi di sini.”
Alvaro Bautista sendiri hanya finis P3 pada Superpole namun mampu memenangi Race 1. Alhasil, ia masih memimpin klasemen WSBK 2023 dengan mengungguli duet Pata Yamaha Prometeon WorldSBK: 37 poin atas Andrea Locatelli dan 44 poin atas Toprak Razgatlioglu.
Rekan setim Alvaro Bautista, Michael Ruben Rinaldi, menambahkan, Mandalika tipe sirkuit yang sangat menantang. Rider asal Italia itu mengaku banyak sekali mengeluarkan keringat hingga tubuh kekurangan air.
“Di trek ini, saya minum tujuh liter air, mungkin lebih jika ditambah pagi dan sore hari. Tubuh saya membutuhkan hidrasi. Saya tidak tahu berapa kilogram kehilangan bobot. Saya tidak pernah menghitungnya sebelum atau sesudah balapan,” kata Rinaldi.
“Namun saat kembali dari Mandalika, orangtua dan keluarga saya pasti bertanya: ‘Apakah di sana (Mandalika) tidak ada yang memberimu makan?’ Itu karena saya terlihat kurus. Kami memang sangat perlu makan dan minum yang banyak di sini.”
Juara dunia WSBK lima kali beruntun (2015-2020) Jonathan Rea juga buka suara soal tingginya suhu dan kelembaban udara Mandalika yang membuat berat badan pembalap turun cukup signifikan.
“Saya pribadi merasa baik-baik saja pada akhir pekan ini, tidak tahu mengapa. Hanya, saat usai sesi, saat masih memakai baju balap memang agak panas. Dalam situasi balapan, sangat sulit mengkalkulasi berkurangnya bobot dan cairan,” ucap pembalap Kawasaki Racing Team WorldSBK itu.
“Saya rasa antara 1,5 sampai 2 kg cairan. Itu untuk balapan dengan durasi 40 menit. Jadi, begitu melepas helm di parc ferme atau di atas podium, Anda harus rehidrasi dengan elektrolit, minuman pemulih tenaga, dan air. Berusaha memperbaiki kondisi tubuh sebisa mungkin.”
Michael van der Mark dari ROKiT BMW Motorrad WorldSBK Team menyatakan sulit mengukur berapa kilogram bobot tubuhnya turun. Di FP2, ia memperkirakan turun sekira 1 kg lebih sedikit.
“Memang itu hanya cairan. Namun, kami harus tetap menjaga jumlah cairan di dalam tubuh, dengan air dan beberapa cairan lainnya,” kata Van der Mark.
Usai menembus finis lima besar pada Race 1, Danilo Petrucci (Barni Spark Racing Team) yang baru menjalani musim penuh pertamanya di WSBK menyatakan turun di Mandalika memang sangat berat. Apalagi di tiga lap terakhir.
“Saya memang selalu kesulitan setiap kali turun di trek panas. Saya tidak tahu berapa penurunan berat badan saya. Yang pasti, usai balapan, race suit saya sangat mudah lepas sendiri karena mungkin bobot saya berkurang tiga atau empat kilogram,” katanya.