- Dalam rezim kepemimpinan Mochamad Iriawan, peran Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria, dikurangi.
- Ketentuan soal Sekjen PSSI ini jadi kebijakan dengan sejumlah pertimbangan sangat matang.
- Meski begitu, kebijakan soal Sekjen PSSI dirasa wajar sebab yang punya otoritas adalah Ketum.
SKOR.id - History has been written by the victors. Sejarah ditulis oleh para pemenang. Kalimat populer ini kiranya pas menggambarkan PSSI saat ini.
Sejak Mochamad Iriawan menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) PSSI, menggantikan Edy Rahmayadi-Joko Driyono-Iwan Budianto, perannya sangat besar.
Iwan Bule, sapaan akrab Iriawan, tampil tunggal. Citra PSSI dominan terwakili olehnya. Istilah one man show, kiranya pula tak salah menggambarkan aksinya.
Baca Juga: PSSI Tunjuk Maaike Ira Puspita Dampingi Sekjen Ratu Tisha
Sebagai contoh, rilisan resmi PSSI di laman pssi.org. Sejak terpilih jadi Ketum, hanya kata-kata Iriawan yang muncul, selain pelatih timnas Indonesia.
Dari penelusuran Skor.id sejak 2 November 2019, ada 425 berita yang telah dirilis PSSI. Dari jumlah itu, lebih dari 100 berita mengulas kiprah Iriawan.
Menariknya, peran Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI mulai tenggelam. Terakhir kali PSSI menulis berita dengan pernyataan Sekjen pada 28 November 2019.
Adapun jabatan Sekjen PSSI saat ini diemban Ratu Tisha Destria. Ia sudah menempati posisi ini sejak era kepempinan Edy Rahmayadi, yang dipilih lewat tes.
Mulai 2020, peran Ratu Tisha nyaris tenggelam. Ia tetap mendampingi Iriawan dalam sejumlah kesempatan, namun hampir jarang mengumbar kata.
Maksudnya, kata-kata yang bisa dikutip untuk kebutuhan pemberitaan. Tisha kerap menghindar saat diminta keterangan, tidak seperti sebelumnya.
Terutama sekali sejak PSSI merilis berita berjudul "PSSI Perkuat Struktur Kesekjenan" pada 16 Januari 2020, nama Ratu Tisha nyaris hilang dari pemberitaan.
Iriawan bukan tanpa alasan melakukan hal ini. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI secara vitual, 8 April 2020, Iriawan menjelaskan duduk perkaranya.
"Bapak (anggota DPR) bisa tahu sekarang yang bersangkutan (Ratu Tisha) tidak ada lagi memberikan keputusan yang bersifat strategis," kata Iriawan.
"Bahkan, penyampaian-penyampaian di media pun saya ambil alih semua. Karena memang ada hal yang kurang pas," Iriawan menambahkan.
Jawaban ini disampaikan Iriawan menanggapi kritik anggota DPR RI, Djohar Arifin Husin, yang menyebut Tisha sering mengambil keputusan strategis.
Bila melihat ke belakang, saat PSSI dipimpin Nurdin Halid, Djohar Arifin, La Nyalla Mattalitti, Edy Rahmayadi, Joko Driyono, dan Iwan Budianto, peran Sekjen sangat kental.
Dari Nugraha Besoes, Tri Goestoro, Joko Driyono, Azwan Karim, Ade Wellington, hingga Ratu Tisha, menjadi ujung tombak PSSI dalam penyampaian keputusan.
Bisa dibilang, Sekjen PSSI seperti menjadi juru bicara. Pasalnya, sekjen merupakan praktisi profesional yang mengerti sepak bola, utamanya sepak bola Indonesia.
Bila mengacu Statuta PSSI (2019), salah satu peran Sekjen adalah penyampaikan sirkular, instruksi, atau arahan yang diperlukan.
Menurut mantan Sekjen PSSI era La Nyalla Mattalitti, Azwan Karim, yang dilakukan Mochamad Iriawan bukan sebuah masalah dan sangat wajar.
Baca Juga: Dikritik Anggota DPR, Ketum PSSI Minta Maaf dan Sebut Sekjen Overlapping
Pasalnya, kata Azwan, tugas utama Sekjen PSSI sejatinya hanya dua, konsultatif dan administratif. Bahkan, Ketum PSSI tak salah pula jika otoriter.
Otoritarianisme dalam sebuah organisasi atau birokrasi sangat sah untuk diterapkan. Bahkan, sikap seperti ini menunjang kesuksesan organisasi.
"Ya kan memang otoritas Ketum PSSI. Selama itu yang diinginkan Ketum ya tidak masalah. Sifatnya sekjen kan profesional yang membantu," ujar Azwan kepada Skor.id.