SKOR.id - Komunitas suporter sepak bola Bali menyesalkan sikap Gubernur Bali I Wayan Koster terkait pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
I Wayan Koster dinilai melakukan manuver politik yang melebihi kewenagan sebagai gubernur.
Hal itu disampaikan Presidium Nasional Suporter Sepakbola Indonesia - Bali, I Gede Putu Sugiatmika.
Dia mengatakan dengan adanya pembatalan ini, memicu kerugian negara pada umumnya, dan Bali secara khusus. Karena, kehilangan potensi pemasukan secara ekonomi.
"Pembatalan ini juga secara serta-merta mengancam eksistensi dari adik-adik kita yang membangun mimpi dari sepak bola," kata I Gede Putu Sugiatmika.
"Semua pemain yang menggantungkan hidup secara ekonomi dari sepak bola," ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (1/4/2023).
Diakui Gede, putaran ekonomi dan kehilangan peluang untuk membangun kebanggaan dari sepak bola terjadi.
"Itu terutama jika ancaman sanksi dari FIFA menjadi realisasi," kata I Gede Putu Sugiatmika menambahkan.

I Gede Putu Sugiatmika mengungkapkan, komunitas suporter Bali menggagas diskusi publik di Wantilan DPRD Bali, Renon, Denpasar, Bali pada Sabtu (1/4/2023).
Diskusi ini untuk menyikapi pembatalan Piala Dunia U-20 2023. Menurut I Gede Putu, meski tidak mampu merubah arah kegagalan menyelenggarakan turnamen ini, ada tujuan lain dari agenda itu.
Melalui diskusi ini, suporter ingin membangun kesadaran kepada para pihak yang berperan menggagalkan perhelatan berskala internasional ini.
Gede Putu Sugiatmika menambahkan, I Wayan Koster dinilai kurang memiliki kepekaan dan mencampuradukan manuver politik dengan olahraga.
Pernyataan pertimbangan keamanan, kata dia, juga dikritisi suporter. "Dengan tidak mengecilkan potensi gangguan keamanan yang mungkin muncul," ujarnya.
"Seakan negara tunduk dengan potensi gangguan keamanan yang mungkin terjadi dengan kedatangan timnas Israel."
"Pandangan ini dinilai mengikis kebangaan atas rasa percaya diri sebagai bangsa yang besar," ujar Gede Putu Sugiatmika.
Dikatakannya, Gubernur Bali telah menjadi bagian sadar dari situasi kegaduhan yang terjadi. Apalagi, tidak ada pernyataan sedikitpun menunjukkan sikap menyesal.
"Dengan ini, suporter menuntut agar ada pertanggungjawaban moril bapak gubernur kepada publik bola," tuturnya.
"Semua agar meminta maaf secara terbuka. Untuk menghindari preseden buruk ke depan."
"Sebuah kebiasaan para pemangku kebijakan yang selalu mengorbankan sepak bola dalam setiap manuver politik," kata I Gede Putu Sugiatmika.