- Nike menyatukan banyak konsep untuk membuat para atlet cabang lari jarak jauh lebih efisien saat kompetisi.
- Event Breaking2 yang melahirkan prototipe perintis Nike NEXT% dibuat untuk mematahkan batasan waktu dua jam dalam lari marathon.
- Berikut ini kisah para aktor di balik layar - atlet, desainer, insinyur, dan ilmuwan- yang menjadikan proyek itu mungkin.
SKOR.id – Terdapat berbagai barometer kemajuan dalam cabang olahraga berlari.
Ambang batas seperti lari cepat 100-meter dalam 10 detik, lari satu mil empat menit, dan maraton dua jam, terus memikat para atlet dan penggemarnya.
Namun, setelah satu batasan itu terlampaui, tolok ukur baru ditetapkan, yang diikuti dengan hadirnya tujuan baru untuk menandakan potensi manusia.
Bagi Nike, Breaking2 pada 2017 membuka pendekatan baru untuk desain footwear, sinergi antara ilmu olahraga, teknik, dan atlet yang tertuang dalam Nike Zoom Vaporfly 4%.
Breaking2 adalah proyek Nike untuk mematahkan limit waktu dua jam dalam lari marathon.
Yang menarik, proyek ini mendefinisikan pendekatan terdepan untuk meningkatkan running economy dalam industri ini.
Tidak hanya satu kali eksperimen, proyek itu mendorong pengembangan program desain terus-menerus yang menghasilkan sistem perintis: Nike NEXT%
Pencapaian lari jarak jauh tetap menjadi fokus utama program yang berlandaskan pada ilmu olahraga dan diverifikasi oleh Nike Sport Research Lab ini.
Hasilnya, pada 2017, pelari jarak jauh asal Kenya, Eliud Kipchoge, memecahkan rekor waktu dua jam itu dengan menggunakan prototipe Nike Air Zoom Alphafly NEXT%.
Namun, Nike tidak lantas berhenti berinovasi.
Melalui sepatu training seperti Nike Air Zoom Tempo NEXT%, sepatu sprint, dan spikes jarak menengah, Nike berkomitmen untuk memecahkan limit baru dan menggarisbawahi nilai prinsip NEXT% di seluruh disiplin ilmu.
Berikut adalah tampilan di belakang layar soal tim-tim yang mendorong NEXT% untuk maju – setiap detik - seperti diceritakan para atlet, desainer, insinyur, dan ilmuwan, yang memungkinkan ini terjadi.
Akar dari NEXT%
Membuat atlet menjadi lebih baik telah menjadi fokus utama Nike sejak perusahaan ini berdiri. Tapi, gagasan untuk menjadikannya terukur baru tercetus pada 2013.
“Kami mulai menyatukan banyak konsep terkait bagaimana membuat para atlet lebih efisien pada saat kompetisi," kata Tony Bignell, VP, Footwear Innovation.
Bignell mengakui konsep itu membutuhkan penelitian dan pengembangan selama bertahun-tahun hingga akhirnya rampung dengan lahirnya event Breaking2 pada 2017.
Bertepatan dengan event itu, lahirlah Nike VaporFly 4%, sepatu lari perintis yang dikenakan oleh Eliud Kipchoge, Lelisa Desisa, dan Zersenay Tadese.
Yang menarik adalah sepatu ini lahir dari penelitian ilmiah yang mendalam tentang batas potensi atletik, dan bagaimana sepatu dapat memengaruhi efisiensi lari.
Ini termasuk penilaian dasar, pertimbangan elemen material, seperti bantalan, dan kapasitas fisik yang sangat teknis seperti kecepatan kritis.
Matthew Nurse dari NXT Sport Research Lab menjelaskan mereka menganalisa variabel yang berkaitan dengan langkah pelari, dampak, dan detak jantung pelari untuk memahami bagaimana sepatu memengaruhi kinerja mereka.
“Makin lama seseorang berlari di atas ambang batas, makin cepat dia akan menghabiskan sumber energinya,” ujar Nurse, dalam rilis yang diterima Skor.id.
“Kita juga bisa mengukur konsumsi oksigen seorang atlet untuk memahami efisiensi berlari mereka, dan kapasitas aerobik maksimumnya (VO2max).”
Nurse mengibaratkan penelitian itu sebagai ukuran tangki bensin dan mil per galon yang harus dikeluarkan dari tangki bensin tersebut.
“Dalam penelitian ini, kami ingin memahami apa ambang itu untuk tahu seberapa cepat Anda akan menghabiskan, atau mengisi, cadangan energi Anda.”
Konsepnya adalah jika diketahui cara menjaga cadangan energi itu, maka atlet akan dapat berlari lebih lama dan lebih cepat.
Pahami Tujuan
Waktu, seperti terungkap dalam rekor dunia dan batasan umum, adalah cara yang relatif mudah untuk memahami standar berlari.
“Di Amerika Serikat, kami familiar dengan lari jarak satu mil karena kami melakukannya saat sekolah menengah (high school),” kata peraih medali emas 1500meter pada 2016, Matt Centrowitz.
"Lari satu mil ini merupakan satu dari tiga jenis lomba yang biasa dilakukan bersama dengan maraton dan 100 meter."
Itu menandakan bahwa kegiatan lari bukanlah sekadar aktivitas pengukur jarak.
Batasan waktu (10 detik, empat menit, dan dua jam) secara historis jadi barometer potensi manusia. Tapi, memahami nuansa kegiatan lain penting guna memenuhi potensi NEXT%.
Hal ini bisa dipahami dengan mengamati jenis kompetisi yang biasa dilakukan Centrowitz, 1500meter, yang memadukan faktor kecepatan dan ketahanan.
Atau seperti yang dijelaskan oleh Centrowitz, “Ini bukan hanya seperti lomba 100meter yang berlari cepat setelah pistol ditembakkan.”
“Di sini, Anda mungkin mendapati diri Anda berlari cepat di awal-lawan, kemudian melambat ataupun sebaliknya.”
Laura Muir adalah pelari jarak menengah Inggris, yang beranggapan lari 1500m memberinya drama yang tidak terbantahkan.
“Di kompetisi ini Anda akan bertemu banyak pelari dengan kemampuan berbeda. Ada yang dari 800m, 1500m, dan ada yang sampai 5K,” kata Muir.
“Ini mungkin satu-satunya perlombaan lari di mana orang-orang yang biasa berlari di kejuaraan besar, dapat tampil dengan kemampuan mereka yang tidak optimal.”
Sekadar tahu, kecepatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan jarak lari berkaitan erat dengan strategi.
Dan, tahap pertengahan biasanya memainkan peranan yang sangat penting untuk mengatur bagaimana dorongan terakhir akan dimainkan.
Berlari terlalu kencang di awal mungkin membuat seseorang lelah dan menurunkan daya tahannya.
Sebaliknya, jika bergerak terlalu lambat, pelari yang lebih cepat mungkin beruntung akan melewati garis finish terlebih dahulu.
“Orang memiliki keahlian berbeda selama perlombaan berlangsung,” kata Muir.
Strategi juga menentukan keberhasilan dalam kompetisi seperti lari gawang 400m.
Dalam cabang olahraga ini, kecepatan sprint murni (seperti di 200m) diimbangi dengan jarak ketahanan pelari 800-meter dan keahlian pelompat dalam mengatur waktu.
“Dalam lari gawang 400meter, Anda pasti harus cepat. Tapi, buat saya, ada banyak hal lain yang juga penting, selain kecepatan,” kata pemegang rekor dunia, Dalilah Muhammad.
“Hingga tahun ini, saya mungkin memiliki flat time paling lambat pada lari gawang 400meter dari semua pesaing saya tetapi saya masih bisa meraih banyak kemenangan.”
“Kadang kecepatan bisa mengacaukan pola langkah sempurna yang Anda coba atur,” kata Muhammad lagi.
Memahami nuansa disiplin individu juga membantu memahami tujuan individu.
Bisa mencakup banyak faktor: ingin menang kompetisi musim ini atau sekadar untuk proses penyesuaian diri terhadap cuaca panas dengan lebih baik, Muhammad memberi jawaban.
Inovasi Kolaboratif
Yang jelas, tujuan individu tidak dapat dicapai tanpa semangat kolektivitas.
Saat Nurse dan Nike Sport Research Lab menganalisa bantalan, mereka tahu ada tim bahan yang siap melakukan upaya yang sama di bidang keahlian masing-masing.
“Langkah pertama adalah memastikan bahwa kita berada dalam jarak cukup dekat untuk melakukan kontak rutin dan sering bertukar ide,” kata Nurse.
Selanjutnya, masing-masing tim menciptakan bahasa sehari-hari yang membantu proses penggabungan berbagai ilmu pengetahuan itu.
“Untuk masalah busa, kami mencoba memahami apa peran kompresi, ketahanan, energy return. Yang menyangkut kinerja,” ujar Nurse.
“Kami ingin dapat berbagi dengan tim bahan atau tim footwear. Jika Anda memenuhi spesifikasi ini, Anda akan mendapatkan hasil terbaik untuk atlet.”
Maka lahirlah Nike Zoom Vaporfly Elite untuk dibuat khusus untuk setiap atlet selama event Breaking2 tiga tahun lalu.
Prototipe ini menggunakan busa Nike ZoomX untuk bantalan responsif dan plat serat karbon full-length untuk meningkatkan ketegasan dan memberikan sensasi dorongan.
Spesifikasi yang ada juga membantu menentukan rumus NEXT%.
Namun, data ilmiah tidak menentukan teknologi yang akan digunakan. Sebaliknya, ini membantu desainer dan insinyur Nike untuk mendorong limit baru.
Data ilmiah membantu memperjelas interaksi antara stabilitas, traksi, bantalan, dan lainnya memengaruhi seorang atlet ketika menggunakan sepatu tersebut.
“Penelitian inovatif yang melahirkan Vaporfly pertama melahirkan sudut pandang baru yang belum ada sebelumnya tentang sepatu maraton,” kata Carrie Dimoff, Senior Footwear Innovator.
"Setelah kami memahami plat dan busa sebagai satu sistem, kami mulai memikirkan cara untuk membuat sistem tersebut menjadi lebih efektif."
Running Economy
Antara 2017-2020, eksperimen dengan Zoom Air menghasilkan serangkaian prototipe dan juga menghasilkan lompatan ke depan yang signifikan dalam desain sepatu lari.
“Kombinasi busa yang sangat tahan banting dan plat yang sangat responsif bekerja sangat baik dengan langkah atlet dan membantu mereka bergerak ke langkah berikutnya,” kata Dimoff.
“Saat kami menambahkan Zoom Air, seluruh sistem semakin maju, menjadikannya produk dengan kinerja yang jauh lebih baik.”
Sistem ini ternyata tidak hanya mendefinisikan sepatu maraton, karena ekspektasi juga berubah untuk peralatan, mulai dari lari cepat hingga latihan.
Mata pun tertuju pada membantu para atlet lari seperti Centrowitz, Muir dan Muhammad untuk mencapai potensi baru.
"Peralatan lari adalah bagian penting dari tubuh Anda, karena itulah yang Anda pakai saat berlari," kata Muir.
Sepatu sebagai perpanjangan fisik adalah tempat di mana desain, teknik, material, sains, dan langkah, digabungkan.
Dengan melakukan perhitungan yang tepat, kecepatan kritis seorang atlet pun bisa meningkat penuh.
"Sepatu menempatkan Anda di ujung kaki Anda, ke posisi kaki Anda yang mungkin butuh usaha lebih untuk melakukan dorongan," kata Centrowitz soal sepatu pilihan pertama terbarunya, Nike Air Zoom Victory NEXT%.
Dalam mengurangi upaya yang diperlukan, spike membantu menjaga bahan bakar dalam tangki seorang pelari untuk menghadapi pasang surut 1500meter.
Itu memberikan Centrowitz satu gabungan dorongan fisik dan mental melalui peningkatan running economy.
Masa Depan
Bekerja dengan atlet seperti Centrowitz, Kipchoge, Muir dan Muhammad, serta para atlet elit lainnya, telah menempatkan Nike NEXT% secara kokoh ke dalam lanskap kompetitif.
Walau batasan waktu jadi bagian dari pencapaian mereka, nuansa tiap disiplin mengingatkan pada sesuatu yang lebih mudah didekati untuk semua pelari: kecepatan dan daya tahan sering kali menentukan tujuan.
Nike Tempo NEXT%
Membawa teknik NEXT% ke dalam sepatu training, seperti halnya Tempo NEXT%, menjadi gambaran awal untuk mendorong manfaat terukur terlepas dari hitungan stopwatch.
"Kami menggunakan busa Nike React di bagian tumit untuk memberi perlindungan benturan dan daya tahan yang lebih baik," Bignell mengungkapkan.
"Kami juga menggunakan plat komposit yang tidak terlalu kaku dan yang dirancang untuk penggunaan sehari-hari."
"Tujuan kami dengan Tempo NEXT% adalah membantu atlet mencapai memulai start dengan cara yang lebih baik dan lebih efektif. "
Sepatu ini menjembatani kesenjangan antara para pelari di puncak piramida kinerja dan mereka yang hanya sekedar ingin melampaui rekor pribadinya.
Meskipun begitu, menurut Nurse, masing-masing orang memiliki tantangan dan definisi tersendiri terkait mana yang lebih baik untuk mereka.
“Kita perlu memahami mereka, orang-orang biasa juga, apabila kita ingin melayani atlet dalam spektrum yang luas,” kata Nurse, meyakini.
Dengan begitu, solusi yang muncul mungkin menghadirkan berbagai manfaat baru yang dapat diukur.
"Waktu lebih cepat? Daya tahan tanpa batas? Olahraga tanpa cedera?" kata Nurse, lagi.
Atau seperti dikatakan Tony Bignell: "Hal yang terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan tidak membatasi atlet."
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Berita Entertainment Lainnya:
Jens Petter Hauge Ajari Fan AC Milan Membaca Namanya
Idap Kelainan Strabismus, Putra Pesepak Bola Ezequeil Garay Jalani Operasi Mata