- Anggota Exco PSSI, Hasani Abdulgani, membuka wacana bagi industrialisasi sepak bola melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2019.
- Menurut Hasani Abdulgani, industrialisasi sepak bola bakal menyangkut urusan izin penyelenggaraan yang selama ini jadi persoalan.
- Industrialisasi sepak bola juga dinilai Hasani Abdulgani bakal memberikan kepastian bagi seluruh stakeholder yang terlibat dalam kompetisi.
SKOR.id – Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Sepak Bola Nasional menjadi pintu gerbang bagi industrialisasi sepak bola di Indonesia.
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Hasani Abdulgani, mengatakan bahwa kompetisi sepak bola Indonesia masih sering terkendala izin penyelenggaraan dari kepolisian.
Setidaknya, masalah itu terlihat jelas selama beberapa tahun terakhir, utamanya terkait relasinya dengan pandemi Covid-19.
Menurut Hasani Abdulgani, persoalan utama dari hal tersebut ialah izin penyelenggaraan kompetisi masih berbasis pada regulasi-regulasi yang berkaitan dengan kerumunan.
Padahal, kompetisi sepak bola di Indonesia sudah mulai harus memikirkan langkah untuk memasuki era industrialisasi.
Sehingga, izin penyelenggaraan pertandingan sudah tak lagi berbicara soal keramaian, melainkan sebagai sebuah industri sepak bola.
"Masalah izin Polri ini yang menurut saya harus kita pikirkan bersama-sama. Jangan seperti sekarang," kata Hasani, Rabu (25/8/2021).
"Liga 1 dan Liga 2 itu harus mendapatkan izin penyelenggaraan yang bersifat jangka panjang," ia melanjutkan.
Hasani pun membeberkan sejumlah regulasi yang menjadi landasan utama bagi pengajuan izin penyelenggaraan liga, mulai dari UU Kepolisian hingga Peraturan Pemerintah (PP).
Menurut mantan komisaris PT LIB itu, Inpres No 3 Tahun 2019 bisa menjadi celah bagi sepak bola Indonesia untuk mulai melakukan industrialisasi.
Melalui Inpres yang diteken Presiden Joko Widodo tersebut, kompetisi sepak bola sudah tak semestinya mengajukan izin kerumunan, tetapi izin industri.
"Kami pelajari izin polisi itu dengan UU Kepolisian. Ada juga PP Nomor 60 (kegiatan keramaian umum). Malah sekarang ada Inpres No 3 Tahun 2019," ujar Hasani.
"Itu menjadi celah kita supaya bisa mengajukan bahwa kompetisi sepak bola profesional itu bukan lagi pengumpulan massa, tapi izin industri," ia menambahkan.
Lebih lanjut dijelaskan, izin keramaian akan sangat berbeda dengan izin industri. Sebab, aspek terakhir turut memperhitungkan aspek bisnis yang melingkupi kompetisi sepak bola.
Hal ini karena klub yang menjadi peserta kompetisi bakal menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sponsor.
Selain itu, ada pula kontrak hubungan kerja yang terjalin antara klub dengan pesepak bola, hingga menyangkut hak komersialisasi sebuah kompetisi.
"Saya ini Tim Adhoc Inpres (percepatan sepak bola). Saya akan memasukkan poin-poin itu," ujar Hasani.
"Kalau dibandingkan dengan mal, apakah setiap weekend mereka kedatangan 60 ribu orang?," ia melanjutkan.
Oleh sebab itu, izin jangka panjang yang diperoleh kompetisi sepak bola Indonesia bakal memberikan kepastian bagi seluruh stakeholder di dalamnya.
Sehingga, tak ada lagi kekhawatiran mengenai kemungkinan-kemungkinan penundaan penyelenggaraan kompetisi seperti sebelumnya.
"Liga 1 itu tingkat value-nya sekarang mencapai Rp450 miliar dari Emtek dan (sponsor) lain. Setelah Piala Asia 2007, popularitas timnas meningkat, harga jualnya juga jelas meningkat," ujar Hasani.
"Kalau kompetisinya kita bangun menjadi benar-benar industri. Kalau sekarang belum, karena semua klub yang mengeluarkan puluhan miliar tidak mendapat kepastian. Tidak ada bisnis tanpa kepastian."
View this post on Instagram
Baca Juga Berita Liga 1 Lainnya:
Persipura Punya Keuntungan yang Tak Dimiliki Klub Liga 1 2021-2022 Lain
Kata Dirut PT LIB Soal Seremoni dan Tokoh pada Pembuka Liga 1 2021-2022
Persebaya Tetapkan Waktu Keberangkat ke Venue Liga 1, Ini Jadwal Mereka