- Satu tahun kepemimpinan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam sepak bola sangat tidak menonjol.
- Inpres tentang percepatan pembangunan sepak bola nasional yang dibuat Jokowi belum efektif.
- Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin terkesan tak mendukung industri sepak bola nasional.
SKOR.id - Tepat hari ini, 20 Oktober 2020, usia kepemimpinan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin genap satu tahun. Ini adalah periode keduanya sebagai Presiden RI.
Sejumlah refleksi dan kritik atas masa kepemimpinannya itu pun disampaikan secara terbuka. Lantas, bagaimana refleksi terkait sepak bola nasional?
Sebagai tolak ukurnya adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional pada 14 Februari 2019.
Inpres ini memberi instruksi kepada 12 Kementerian, Polri, Gubernur, dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah percepatan prestasi sepak bola nasional.
Peningkatan prestasi itu meliputi pengembangan bakat, peningkatan kompetensi wasit dan pelatih, perbaikan sistem kompetisi, dan pengembangan tata kelola sepak bola.
Selanjutnya adalah penyediaan prasarana dan sarana stadion sepak bola di seluruh Indonesia yang sesuai standar internasional, dan training center sepak bola.
Yang terakhir, mobilisasi pendanaan untuk pengembangan sepak bola nasional. Dengan kata lain ada enam pokok instruksi Presiden Jokowi kepada mentri, polisi, dan gubernur.
Dalam Inpres yang tertuang dalam 10 halaman itu, terdapat juga penjelasan tugas-tugas yang harus dilaksanakan para menteri terkait, polisi, gubernur, dan atau walikota.
Faktanya, hingga kini Inpres tersebut belum terlalu efektif diterapkan dalam sendi-sendi sepak bola Indonesia. Bahkan, hampir nyaris tak ada implementasinya.
Untuk poin pertama, pengembangan bakat, nyaris samar. Sejauh ini belum tampak efek pergerakan pemerintah untuk mengembangkan bakat pemain nasional.
Satu-satunya yang bisa menjadi ukuran, kiranya hanya pembiayaan pemerintah untuk timnas U-19 dan U-16 Indonesia dalam pemusatan latihan ke luar negeri.
Sedangkan peningkatan kompetensi wasit dan jumlah pelatih, untuk saat ini terkendala. Adanya Covid-19 membuat kursus wasit dan pelatih untuk sementara ditunda.
Untuk poin ketiga dan keempat, sistem kompetisi dan tata kelola sepak bola, malah jadi rapor terburuk satu tahun pemerintahan Jokowi, sapaan Joko Widodo.
Pasalnya, kompetisi sepak bola Indonesia malah mati suri saat negara lainnya telah mulai berlangsung lagi. Polisi lebih mengutamakan Pilkada ketimbang kompetisi.
Ini menjadi tanda bahwa pemerintahan Jokowi-Amin belum menganggap kompetisi profesional sepak bola Indonesia sebagai industri yang harus didukung penuh.
Untuk prasarana dan sarana, pemerintah bisa beralasan sedang membangun sejumlah lapangan berkualitas untuk persiapan Piala Dunia U-20 2021.
Namun, dalam urusan penyediaan training center khusus sepak bola masih nol besar. Hingga kini tak ada kabar di mana, kapan, dan seperti apa fasilitas yang dijanjikan itu.
Pada masa awal kepemimpinan Mochamad Iriawan di PSSI, sejatinya mencuat pembuatan lapangan latihan timnas Indonesia di Jawa Barat. Kini, isu itu cuma wacana.
Selanjutnya, untuk hal mobilisasi pembangunan sepak bola nasional, belum tergambar dengan jelas. Garis haluan mobilisasi ini tak tampak dengan terang.
Sebagai misal, pemerintah diharapkan bergerak aktif mengadakan kompetisi usia muda secara berjenjang yang bekerja sama dengan Asprov PSSI di 34 wilayah.
Salah satu kegiatan pembinaan yang harus disentuh pemerintah adalah Piala Soeratin dengan sistem kompetisi dan bukan sekadar kejuaraan atau turnamen.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Baca Juga Berita PSSI Lainnya:
Ketum PSSI: Tanpa Liga 1 dan Liga 2, Hilang Satu Program Timnas U-19 Indonesia
Realitas Pahit Kompetisi, Pemerintah Tak Dukung Industri Sepak Bola
PSSI dan PT LIB Akan Presentasi ke Polri Soal Lanjutan Kompetisi