- Muhammad Anshori atau lebih dikenal dengan nama Yoyok Sugeng, merupakan mantan pemain PSIM Yogyakarta.
- Gara-gara tiga bulan tak digaji PSIM pada musim 1997-1998, bermodal nekad Yoyok Sugeng tekuni bisnis konveksi.
- Yoyok Sugeng tekuni bisnis lapangan, seperti pembibitan dan penanaman rumput sebagai bakti untuk sepak bola.
SKOR.id - Tak banyak, bahkan hanya segelintir mantan pesepak bola yang tetap berkibar kehidupan ekonominya selepas gantung sepatu.
Salah satunya adalah Muhammad Anshori atau yang lebih dikenal dengan nama Yoyok Sugeng, bek serba bisa bertipikal "werkudoro" pada era 1990-an.
Yoyok Sugeng pernah membala Niac Mitra (1989-1991), Assyabaab (1989-1991), Perkesa Mataram (1991-1992), Arema Malang (1992-1994), dan PSIM Yogyakarta (1998).
Kini, kiprahnya di dunia bisnis realatif dikenal di kalangan klub dan sektor dunia olahraga Tanah Air. Dari rumput hijau ke rumput hijau.
Demikian lelaki kelahiran Jombang, 22 November 1965 yang lama berdomisili di Lawang, Kabupaten Malang itu menyebut filosofi hidupnya.
Karier dan rezeki, seluruhnya ia jalani dan dapatkan dari rumput hijau alias sepak bola, baik saat masih aktif bermain (1982-1998) maupun wirausahanya hingga saat ini.
“Alhamdulillah hingga saat ini rezeki saya tidak jauh dari rumput hijau. Masih berurusan dengan sepak bola," kata Yoyok Sugeng kepada Skor.id.
"Meski dulu hanya ada gaji sebagai pemain yang tak seberapa, jangan bandingkan gaji pemain dulu dengan sekarang, ibarat langit dan bumi," ia menambahkan.
Wirausahanya itu bermula pada 1998. Sejatinya Yoyok belum berniat pensiun atau gantung sepatu, tetapi kondisi dan situasi saat itu memaksanya banting karier.
"Saat kompetisi Ligina 1997-1998 dihentikan saya membela PSIM. Saat itu kondisinya pemain belum gajian tiga bulan," Yoyok mengisahkan.
"Satu-persatu pemain pulang. Tinggal saya sendiri di mes pemain. Mau pulang ke Malang uang pas-pasan. Itu sampai seminggu di mes setelah kompetisi berhenti," katanya.
Karena tak punya uang, Yoyok hanya bisa makan nasi dengan lauk mie instans. "Ya makan seadanya. Mie instans campur nasi setiap pagi, siang, dan malam,” ujar Yoyok.
Tak dinyana, di tengah kegalauan tidak mempunyai pekerjaan dan gaji tak kunjung turun, Yoyok bertemu dengan penjual peralatan olahraga.
Pedagang peralatan olahraga seperti bola, sepatu, dan kaos itu datang dari Bandung yang kebetulan mampir ke mes pemain PSIM.
Berawal dari sebatas membantu menjualkan di seputaran Yogkarta, dia justru diserahi tugas memasarkan sekaligus membawa semua produk peralatan olahraga.
”Saat itu saya lagi bengong di mes PSIM, sampai datang orang yang menujual peralatan olahraga. Dia malah ajak saya membantu menjualkan di Yogyakarta," Yoyok bercerita.
"Belum ada seminggu ternyata kok saya malah diajak untuk menjadi mitra bisnis. Saat itu orang dari Bandung memberi kepercayaan," ia menambahkan.
Orang Bandung tersebut percaya sepenuhnya kepada Yoyok saat kembali ke Bandung. Yoyok diserahi semua dagangannya, yang harganya mencapai Rp50 juta.
"Sejak itu saya tekad bulat gantung sepatu dan memulai bisnis peralatan olahraga dengan nol rupiah, hanya kepercayaan orang itu,” ucap Yoyok.
Ia akhirnya memutuskan pulang ke Malang pada akhir 1998 dan mulai mengembangkan bisnis konveksi peralatan olah raga kecil-kecilan.
Hanya setahun dia akui bisa mengembalikan Rp50 juta ke orang Bandung yang memmberinya kepercayaan berbisnis.
Kini, 22 tahun setelah menekuni bisnis peralatan olahraga, Yoyok bersama sang istri, Jamillah, memiliki dua outlet distro di Yogyakarta dan Malang.
Saat ini, produk bisnis konveksinya seperti sepatu olahraga, bola sepak bola dan futsal, jersi, jaket, tas sport dan lain-lain merambah pasar nasional.
Namun, Yoyok tak puas dengan satu bidang bisnis saja. Sejak 2009 ia mulai merambah bisnis penggarapan rumput lapangan sepak bola.
Sederet lapangan sepak bola di Tanah Air merupakan hasil garapannya, mulai dari pengolahan tanah, pembibitan, penumbuhan, hingga perawatan.
Beberapa di antaranya adalah lapangan milik SSB Villa 2000 Jakarta, Lapangan Pocari Sweet di Pasuruan, Lapangan Akademi Arema, dan Lapangan Universitas Negeri Malang.
Lantas Lapangan Perseru Serui, Lapangan ASIFA Malang, Stadion Marilonga Ende (NTT), Stadion Merangen Jambi, juga Stadion Kampar Bangkinang Riau.
“Soal rumput saya belajar otodidak dari buku atau Youtube, serta berguru ke seorang profesor pakar rumput, Prof Achsan," kata Yoyok.
"Kebetulan semua jenis bibit rumput saya punya, mulai dari jenis rumput Manila atau Zoysia Matrella, Bermuda atau Cynodon Dactylon, dan Axonopus Compressus," ujarnya.
Semua jenis yang ia sebutkan itu merupakan rumput kelas dunia. Menariknya, semua bibit rumput ia dapatkan dari Wajak di pelosok Kabupaten Malang.
"Tapi jika pemesan ingin rumput produk impor, ya, saya akan sediakan juga, seperti jenis rumput Bermuda grass, zoyciagrass, dan carpetgrass," ucap Yoyok.
"Untuk bisnis rumput lapangan semua pengerjaannya dilakukan karyawan saya, dan kini saya sebatas konsultannya atau memantau proses finishing,” ia mengimbuhkan.
Menurut Yoyok, konveksinya setiap bulan bisa berpenghasilan bersih Rp20 juta dan dari bisnis rumput tergantung pemesanan penanaman rumput lapangan.
Namun, dia menyebut, untuk kontrak penggarapan rumput lapangan disesuaikan jenis rumput dan luasnya. Kisarannya termurah Rp600 juta dan termahal Rp2 miliar.
”Jadi tugas saya menyediakan bibit rumput, menanam bibit, atau memasang bibit hingga perawatan sampai rumput siap pakai," ucap Yoyok.
"Proses itu butuh waktu lima bulan. Alhamdulillah, bahasanya saya bisa mendapat hasil bersih 20 persen dari nilai kotal kontrak," Yoyok Sugeng menambahkan.
Walau tak seperti kebanyakan rekannya yang setelah gantung sepatu merintis karier sebagai pelatih sepak bola, usahanya tak jauh dari sepak bola.
Lewat wirausahanya ini pula Yoyok Sugeng ingin berkontribusi ke sepak bola Indonesia: menyediakan lapangan sepak bola yang berkualitas.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Baca Juga Berita PSIM Lainnya:
PSIM Yogyakarta Segera Renegosiasi Kontrak Pemain dan Pelatih
PSIM Yogyakarta Salurkan Donasi Portable Hand Washer di Kawasan Malioboro
Striker PSIM Yogyakarta Mulai ke Masjid dengan Protokol Kesehatan Ketat