- Kai Havertz resmi dibeli Chelsea dari Bayer Leverkusen.
- Meski masih muda, Havertz sudah kenyang pengalaman dengan berbagai rintangan yang ia hadapi.
- Ada dua rintangan terbesar yang pernah dialami oleh Havertz.
SKOR.id - Meski masih muda, bukan berarti Kai Havertz belum pernah menghadapi ujian berat dalam hidupnya.
Kisah Kai Havertz dimulai di sebuah desa kecil bernama Mariadorf, 15 kilometer di Timur Laut Aanchen di Jerman bagian Barat, tepatnya di negara bagian Nordrhein-Westfalen.
Pada saat balita lain masih asyik dengan mainan mereka, Havertz sudah bergabung dengan klub sepak bola pertamanya, klub lokal Alemannia Mariadorf, saat berusia empat tahun.
Salah satu petinggi klub ini adalah kakek dari Havertz, DNA sepak bola memang seperti mengalir di keluarga ini.
Seperti kebanyakan masyarakat di Jerman, keluarga Havertz adalah pecinta sepak bola. Setiap pekan mereka selalu menonton laga tim lokal, Alemannia Aanchen, yang saat itu bermain di Bundesliga.
Bagi keluarga kecil ini, tak ada yang lebih besar di Jerman daripada Bundesliga, karena ini adalah olahraga keluarga mereka, hal yang kemudian juga mendorong Havertz masuk ke akademi pemain muda.
"Kakek yang benar-benar mengenalkan saya ke sepak bola. Dia membantu saya mengambil langkah pertama. Tentu saja, kakak dan ayah juga punya peran penting," ujar Havertz soal masa kecilnya.
"Semuanya gila soal sepak bola, kami adalah keluarga sepak bola. Kami cinta sepak bola, jadi saya tumbuh besar dengan hal itu."
Sepanjang di klub lokal Mariadorf, Havertz bermain di kelompok usia dua tahun di atasnya, hal yang ia lakukan sampai berusia 10 tahun.
Saat berusia 10 tahun, Havertz akhirnya bergabung dengan Alemannia Aanchen, klub yang keluarganya dukung, meski saat itu mereka ada di kasta kedua.
Meski begitu, Havertz hanya satu tahun berada di sini. Bukan karena ia tak cukup bagus, tetapi justru karena Havertz terlalu bagus untuk Aanchen.
Klub besar Jerman, Bayer Leverkusen, tergiur usai melihat penampilannya melawan mereka.
"Havertz bermain untuk Aanchen U-12, dia lebih muda dari pemain lainnya, melawan tim U-12 kami," ujar Slawomir Czarniecki, pelatih tim muda di Leverkusen.
"Saya tak ingat jelas berapa skornya, saya pikir kami menang 8-3, tetapi Havertz mencetak semua gol mereka. Ini kesan pertama saya soal Havertz."
Pada 2010 kala berumur 11 tahun, ia kemudian hijrah ke Leverkusen, kota yang berjarak dua jam perjalanan dari rumah.
Havertz sedikit demi sedikit merayap naik di tim muda Leverkusen, semua tampak lancar, tetapi bukan hidup namanya jika tak ada ujian.
Kaki Panjang
Mungkin tak ada yang menyangka, Havertz termasuk, bahwa rintangan berat pertamanya dalam karier justru hadir karena kakinya yang mulai memanjang.
"Saat usia 14 atau 15 tahun, saya masih salah satu pemain terkecil di tim. Lalu tiba-tiba saya tumbuh begitu cepat," ujar Havertz.
"Saya harus mencoba terbiasa dengan kaki saya yang lebih panjang, ini berefek kepada keseluruhan cara saya bermain. Ada kesulitan, terutama saat level U-15/U-16. Saya tak jadi starter, lebih banyak di bangku cadangan."
Akan tetapi, usaha memang mengalahkan segalanya. Havertz bisa melewati rintangan ini dan kembali jadi pemain utama.
Ia membantu Leverkusen jadi juara Liga Jerman U-17 pada 2016, termasuk mencetak 18 gol dalam 26 laga.
Hal ini jadi salah satu modal berharga Havertz yang pada musim berikutnya naik ke tim utama Leverkusen.
Panggung pertamanya hadir saat melawan Werder Bremen di Bundesliga, 15 Oktober 2016. Havertz menjalani debutnya dengan menggantikan Charles Aranguiz, meski Leverkusen harus mengalami kekalahan pada laga itu.
Saat itu, Havertz jadi pemain termuda Leverkusen di Bundesliga sepanjang sejarah dengan usia 17 tahun 126 hari, meski di kemudian hari rekor ini akan dipecahkan oleh Florian Wirtz.
Ini jadi satu dari 24 laga Liga Jerman yang ia mainkan di musim debutnya itu, mencetak empat gol dan enam assist.
Tak hanya di liga domestik, hukuman larangan berlaga untuk Hakan Calhanoglu membuat Havertz turun jadi starter pada laga leg pertama babak 16 besar Liga Champions melawan Atletico Madrid.
Akan tetapi, Havertz tak bisa tampil pada leg kedua karena rintangan berat lain dalam hidupnya: ujian sekolah!
Pendidikan Itu Penting
Anak-anak kecil di Jerman masuk sekolah dasar saat berusia enam tahun. Bedanya dengan Indonesia yang SD berlangsung sampai kelas enam, sekolah dasar di sana hanya berlangsung empat tahun saja.
Setelah itu, mereka bisa memilih berbagai sekolah lanjutan yang tersedia, sebelum kemudian nanti lulus dan bisa bekerja atau melanjutkan kuliah tergantung sekolah yang dipilih.
Hal serupa juga harus dijalani Havertz di Jerman. Saat mulai masuk ke tim utama Leverkusen, ini juga merupakan saat ia harus menyelesaikan sekolah lanjutannya tersebut.
Havertz tak bisa bermain di laga Liga Champions kontra Atletico tersebut karena harus menjalani ujian sekolah, Leverkusen memberinya libur tiga hari di tengah pekan untuk menyelesaikannya.
Untung bagi Havertz, Leverkusen juga mendukungnya untuk menyelesaikan sekolah dan melangsungkan ujian.
"Penyelesaian akhir memang penting, tak hanya di lapangan sepak bola. Semoga sukses di ujianmu, Kai Havertz!" tulis Leverkusen saat itu memberikan semangat.
Ein guter Abschluss ist wichtig - nicht nur auf dem Fußballplatz. Viel Erfolg bei deinen #Abi2017-Prüfungen, Kai #Havertz! ???? pic.twitter.com/uYggl8Nz8q— Bayer 04 Leverkusen (@bayer04fussball) April 26, 2017
Tak hanya di Liga Champions, Havertz sempat harus ujian sekolah sehari setelah menjalani laga DFB-Pokal.
"Saya harus menjalani ujian sekolah pada saat yang sama saya bermain di DFB-Pokal," kata Havertz mengenang.
"Saya ujian hari Rabu usai laga tandang hari Selasa malam yang dimainkan sampai babak extra time dan adu penalti. Saya sampai rumah sangat malam dan harus ujian esok harinya. Saya tak ingin berbicara soal bagaimana hasil ujian itu!"
Dalam wawancara dengan laman resmi Bundesliga tersebut, Havertz menyebut ini adalah salah satu rintangan terberat dalam kariernya.
Kini berusia 21 tahun dan resmi pindah ke Chelsea, Havertz mungkin akan menemui banyak tantangan lain dalam karier, adaptasi misalnya.
Meski begitu, hal ini tampaknya tak akan jadi penghalang Havertz untuk bisa meraih kesuksesan.
"Tentu saja ini langkah yang sangat besar. Bagi saya ini adalah negara baru, kultur baru," ujar Havertz.
"Mungkin akan sulit dalam dua tiga pekan pertama, tetapi setelah itu saya pikir saya hanya ingin bermain sepak bola dan bersenang-senang dengan para pemain lain."
Apapun itu, sebagai anak muda, Havertz sepertinya akan bisa melewati semua rintangan yang ada, mengingat ia sudah melewati rintangan paling menakutkan untuk para remaja: masa puber dan ujian sekolah.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Starting XI Timnas Wakanda: Black Panther Kapten, Shuri Pelatihhttps://t.co/jwWfJdzv6k— SKOR Indonesia (@skorindonesia) August 30, 2020
Berita Chelsea Lainnya: