- Valtteri Bottas mengalami "Sindrom Barrichello " selama membela Mercedes.
- Apa yang dialaminya sama dengan yang terjadi dengan Rubens Barrichello kala membela Ferrari pada medio 2000-2005.
- Valtteri Bottas hanya menjadi wingman untuk seorang pembalap hebat, Lewis Hamilton.
SKOR.id - Sebelum bergabung dengan Mercedes-AMG Petronas pada 2017, Valtteri Bottas memang merupakan seorang pembalap bertalenta.
Membela Williams, yang ketika itu sudah menjadi tim kelas dua, pembalap Finlandia ini terbilang sukses.
Bahkan pada musim 2014, Valtteri Bottas sanggup menempati posisi keempat klasemen pembalap dengan torehan 186 poin.
Setelah itu, Bottas stabil selalu mengakhiri musim dengan berada di posisi 10 besar klasemen pembalap.
Wajar, jika Mercedes langsung membajaknya dari Williams begitu Nico Rosberg memutuskan pensiun.
Sayangnya, Bottas justru gagal mendapatkan gelar juara dunia di saat sudah mengendari "mobil juara".
Posisinya selama di Mercedes pada 2017 hingga 2021 terbilang sulit. Ia harus menjadi rekan setim salah satu pembalap terbaik sepanjang sejarah F1, Lewis Hamilton.
Benar saja, Bottas memang hanya didapuk sebagai wingman Hamilton. Tugasnya di tim cuma melancarkan jalan rekan setimnya menjadi juara dunia F1.
Selama lima musim membela tim Silver Arrows, prestasi terbaik Bottas adalah menduduki peringkat kedua pada klasemen akhir F1 2019 dan 2020.
Musim depan, Bottas hanya akan membalap untuk Alfa Romeo Racing yang merupakan tim papan bawah dalam kompetisi F1.
Dengan demikian, peluang Valtteri Bottas untuk mewujudkan impian meraih gelar juara dunia bakal makin berat.
Sementara itu, apa yang dialami Bottas disebut dengan "Sindrom Barrichello". Ini mengacu pada apa yang dialami eks pembalap Ferrari, Rubens Barrichello.
Membela Scuderia Ferrari pada medio 2000-2005, Rubens Barrichello menjadi rekan setim seorang superstar bernama Michael Schumacher.
Sebelum membela Ferrari, Barrichello boleh dibilang tampil cukup ciamik bersama tim Jordan dan Stewart Grand Prix.
Bahkan pada musim debutnya di F1 bersama Jordan, pria asal Brasil itu langsung menempati posisi enam klasemen pembalap.
Selama di Ferrari, boleh dibilang Barrichello gagal mengimbangi Schumacher yang jadi anak emas tim Kuda Jingkrak.
Pengembangan mobil Ferrari pada saat itu pun disesuaikan dengan kebutuhan Schumacher yang seperti "diprioritaskan" untuk berburu gelar juara dunia pembalap.
Usai enam musim berpetualang di Ferrari, Barrichello pada akhirnya pindah ke Honda Racing F1 Team.
Saat tim ini kemudian dibela Ross Brawn dan berganti nama jadi Brawn GP, Rubens Barrichello kembali hanya menjadi wingman untuk Jenson Button.
Rubens Barrichello pun harus legawa melihat Jenson Button menjadi juara dunia F1 2009 sementara dirinya bertengger di peringkat ketiga.
Artikel ini sudah terbit di Motorsport Indonesia dengan judul "Valtteri Bottas Alami ‘Sindrom Barrichello’ di Mercedes".
View this post on Instagram
Berita F1 Lainnya:
Bos Aston Martin Sebut Sebastian Vettel Brilian dan Berintegritas
Red Bull Racing dan Mercedes Waspadai Kebangkitan Ferrari di 2022